Bisnis.com, JAKARTA – Ketidakpastian bagi investor kembali mengemuka dalam beberapa pekan terakhir setelah PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) mengumumkan gagal membayar sukuk global senilai US$500 juta pada Juni 2021.
Kepala keuangan Islam global di lembaga pemeringkat kredit Fitch Bashar Al Natoor mengatakan investor di pasar global untuk obligasi syariah, atau sukuk memilikis edikit kejelasan soal bagaimana default di sektor ini akan diselesaikan.
Menurutnya, dengan penerbitan sukuk yang marak dalam beberapa tahun terakhir ada potensi default hingga saat ini. Bahkan sebagian besar, jika tidak semua, diselesaikan di luar pengadilan.
Selain itu, jelasnya, dengan dengan pandemi Covid-19 berisiko mendorong lebih banyak default dan permintaan untuk perpanjangan dan restrukturisasi. Dengan kondisi tersebut investor pun kembali mempertanyakan untuk menegakkan hak kontraktual mereka sebagai pemegang.
"Dari apa yang kita lihat selama ini, bahkan dalam kasus-kasus sebelumnya [Garuda], Anda tidak dapat melihat resolusi pengadilan. Makanya kami melihat Garuda bagaimana ini diselesaikan, bagaimana pemulihannya? Bagaimana ini akan dilakukan di pengadilan atau di luar?" katanya seperti yang dikutip dari Nikkei Asia, Rabu (11/8/2021).
Al Natoor menegaskan persoalan ini bukan masalah hanya untuk keuangan Islam tetapi karena sukuk memiliki kompleksitas tambahan dengan persyaratan Syariah yang mengacu pada hukum Islam.
Baca Juga
Terpukul oleh pandemi dan pembatasan mobilitas, Garuda mengalami default sukuk US$500 juta pada tahun lalu setelah memenangkan persetujuan kreditur untuk perpanjangan jatuh tempo 3 tahun.
Namun, maskapai yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh pemerintah Indonesia tersebut melewatkan tenggat waktu pembayaran kupon pada bulan Juni dan mengatakan tidak punya pilihan selain terus menunda pengiriman uang.
Terkait hal ini, Fitch tidak memberikan penilaian terhadap Garuda atau sukuknya tetapi mengatakan untuk memantau perkembangannya dengan cermat.
Al Natoor juga menjelaskan dengan sistem di Indonesia kurang berkembang, dengan undang-undang yang mengizinkan penyelesaian sengketa keuangan Islam untuk ditangani oleh pengadilan agama domestik yang kebanyakan menangani kasus perceraian dan kurang kompeten dalam kasus komersial.
Dalam praktiknya, sengketa sukuk di Indonesia dapat diselesaikan di pengadilan niaga, seperti halnya kasus wanprestasi perusahaan pelayaran Berlian Laju Tanker tahun 2012 yang berujung pada rencana restrukturisasi -- tetapi hanya jika para pihak setuju.
Sebelumnya, PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) resmi menegaskan kondisi gagal bayar (default) atas pembayaran berkala kewajiban sukuk global US$500 juta.