Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Efek PPKM Mulai Terasa, RS Hermina Alami Penurunan Okupansi Pasien Covid-19

Okupansi di Hermina Group turun dalam sepekan terakhir. Okupansi turun sekitar 12 persen dari 100 persen menjadi 88 persen. Untuk ruang ICU, pekan ini kami juga sudah bisa menerima pasien setelah terisi penuh sebelum PPKM diterapkan.
Ilustrasi/Antara
Ilustrasi/Antara

Bisnis.com, JAKARTA—Efek positif PPKM Level 3-4 mulai terlihat di hari-hari terakhir penerapannya pada 25 Juli 2021. Selain menekan jumlah kasus konfirmasi positif dari kisaran 50.000-an per hari menjadi 40.000-an per hari, efek tersebut terlihat pula dari tingkat okupansi pasien Covid-19 di rumah sakit.

Okupansi pasien Covid-19 di RS di sejumlah daerah episentrum pandemic, seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat berhasil turun 3—5 persen dari sebulan terakhir. Menurut data terakhir Kementerian Kesehatan (Kemenkes), okupansi rumah sakit di DKI Jakarta turun dari 84 persen menjadi 81 persen.

Sementara di Jawa Barat, tingkat okupansi pasien Covid-19 di rumah sakit turun dari 81 persen ke level di bawah 70 persen. Bahkan, rumah sakit swasta dengan okupansi nyaris menyentuh 100 persen pada akhir Juni lalu sudah memiliki ruang lebih untuk menampung pasien Covid-19, baik untuk perawatan di ruang isolasi maupun ICU.

Terkait dengan kondisi itu, Presiden Direktur Medikaloka Hermina [HEAL] Hasmoro mengatakan okupansi di ruang isolasi rumah sakit susut dari 100 persen menjadi 88 persen, sedangkan ICU kembali dapat menampung pasien pada pekan ini.

“Okupansi di Hermina Group turun dalam sepekan terakhir. Okupansi turun sekitar 12 persen dari 100 persen menjadi 88 persen. Untuk ruang ICU, pekan ini kami juga sudah bisa menerima pasien setelah terisi penuh sebelum PPKM diterapkan,” ujar Hasmoro kepada Bisnis, Minggu (25/7/2021).

Kendati belum terlalu signifikan, Hasmoro mengatakan bahwa penurunan yang terjadi mengurangi kekhawatiran rumah sakit dalam menangani pasien Covid-19. Terutama menyangkut ketersediaan perlengkapan perawatan pasien, seperti ketersediaan oksigen.

Sebelum pemerintah menerapkan PPKM Level 3-4, tuturnya, kapasitas penggunaan oksigen melonjak dari 2 liter per menit per pasien menjadi sekitar 60 liter per menit per pasien dengan kondisi mengalami gejala berat.

Situasi tersebut dipersulit dengan berkurangnya jatah oksigen yang dipasok ke rumah sakit hingga 70 persen. Selain jumlah yang sangat terbatas, intensitas pasok oksigen pun juga berkurang dari 3 kali dalam sehari menjadi 2 kali.

Dengan demikian, sambung Hasmoro, rumah sakit mau tidak mau harus menggunakan lebih banyak cadangan oksigen. Bahkan, pemakaian oksigen untuk kebutuhan industri juga dilakukan meskipun secara kualitas disebut jauh di bawah oksigen yang dibuat khusus untuk keperluan medis.

Sekadar informasi, produksi oksigen medis di Tanah Air memang masih timpang dibandingkan dengan produksi untuk keperluan industri.

Dari sejumlah produsen oksigen yang tercatat, jumlah yang diproduksi untuk keperluan medis hanya sebanyak 181.312 ton per tahun, sedangkan untuk industri sebanyak 458.588 ton per tahun.

Adapun, perusahaan yang tercatat memproduksi oksigen untuk keperluan medis hanya Samator Grup, yakni sebanyak 175.312 ton per tahun. Sementara itu, pasokan harian oksigen secara nasional hanya 1.759 ton per hari.

“Namun, sekarang kami lebih tenang karena pemakaian oksigen cadangan tidak terlalu banyak. Pasokan juga sudah mulai datang sebelum ketersediaan oksigen menipis,” ujarnya.

Tambah Kamar

Meski demikian, kata Hasmoro, kondisi tersebut di atas tidak serta merta membuat rumah sakit berkode saham HEAL tersebut berada di posisi nyaman. Sejumlah hal masih menjadi tantangan seiring dengan upaya penambahan jumlah tempat tidur yang terus dilakukan.

Sampai dengan pertengahan Juli 2021, HEAL melakukan penambahan jumlah tempat tidur, baik untuk perawatan isolasi maupun ICU. Target penambahan tempat tidur naik dari 5.300 unit menjadi 5.777 unit sebagai antisipasi.

Hasmoro menyebut, penambahan jumlah tempat tidur pasien Covid-19 mengurangi jumlah yang sebelumnya tersedia untuk pasien bukan pengidap Covid-19. Untuk pasien bukan pengidap Covid-19 yang menjalani rawat inap jumlah turun sekitar 20 persen.

“Kamar yang digunakan untuk pasien bukan pengidap Covid-19 itu yang kami gunakan untuk antisipasi jika PPKM tidak dilanjutkan,” ujarnya.

Penyesuaian fasilitas yang dilakukan rumah sakit seiring dengan alih fungsi kamar pun memerlukan biaya yang cukup besar. Terutama, kata Hasmoro, biaya untuk perubahan sistem sirkulasi udara yang diperkirakan cukup membebani bagi banyak rumah sakit yang menangani pasien Covid-19 di Tanah Air.

Terkait dengan hal itu, sambungnya, anggaran klaim pasien Covid-19 dari pemerintah merupakan sumber dana paling besar bagi rumah sakit yang melayani pasien Covid-19 untuk membiayai penyesuaian fasilitas, termasuk membeli ventilator baru.

“Namun, Rumah Sakit Hermina dengan back up anggaran yang kuat tidak terlalu khawatir,” tutupnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rahmad Fauzan
Editor : Lili Sunardi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper