Bisnis.com, JAKARTA — Langkah pemerintah untuk memberikan tambahan PMN sebesar Rp72,449 triliun kepada 12 BUMN dinilai wajar dan perlu dilakukan untuk menolong BUMN.
Kartika Sutandi, Cofounder Jarvis Asset Management mengatakan ke-12 BUMN yang mendapatkan tambahan penyertaan modal negara (PNM) selama ini melakukan penugasan negara untuk melayani masyarakat. Mayoritas BUMN tersebut melakukan pembangunan infrastruktur vital seperti jalan tol guna mendukung pembangunan nasional.
"Saat ini perusahaan BUMN konstruksi memiliki utang yang sangat besar ke perbankan nasional sehingga tambahan PMN merupakan langkah penyelamatan strategis yang dilakukan oleh Menteri BUMN Erick Thohir," katanya melalui keterangan resmi, Selasa (20/7/2021).
Kartika melanjutkan besarnya utang BUMN konstruksi misalnya tidak lepas dari kesalahan masa lalu yang dilakukan oleh Menteri Rini Soemarno yang menginstruksikan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di berbagai daerah.
Upaya percepatan pembangunan itu membuat BUMN konstruksi berutang ke bank. Sayangnya, kehadiran pandemi Covid-19 membuat perhitungan untuk membayar utang bank sulit dilakukan.
“Karena ada pandemi, asumsi revenue dari trafik yang seharusnya bisa digunakan untuk membayar hutang bank tak dapat tercapai,"jelasnya.
Baca Juga
Kartika berpendapat sejatinya rencananya penyehatan BUMN konstruksi akan menggunakan dana dari investor asing yang masuk melalui Sovereign Wealth Fund (SWF). Namun, dana SWF yang direncanakan tersebut hingga saat ini belum keluar sehingga mau tak mau menambah modal melalui PMN perlu dilakukan.
Dia menyebutkan dana tambahan PMN ibarat ventilator untuk membantu agar perusahaan BUMN konstruksi ini tidak kolaps. Penyehatan BUMN juga akan berdampak baik bagi perekonomian nasional khususnya perbankan.
“Jika BUMN konstruksi ini kolaps, maka membawa dampak yang kurang baik terhadap perekonomian nasional sebab akan membuat industri perbankan nasional menjadi berat," katanya.
Kartika menuturkan saat ini sebagian dana SWF sudah banyak yang masuk ke Indonesia. Namun, dia menduga SWF belum bisa masuk ke sektor konstruksi dikarenakan masih adanya kendala Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT) dari Jamsostek yang pada saat itu dipergunakan untuk membiayai sebagian besar proyek infrastruktur.
Agar dapat kembali bangkit dan sehat, Kartika berharap agar uutang yang ada pada saat pembangunan infrastruktur jalan tol yang kini membebani BUMN konstruksi dapat dialihkan ke SWF. Jika tidak dialihkan SWF, ekuitas BUMN konstruksi akan terus tergerus. Sebab BUMN konstruksi masih harus membayar beban bunga pinjaman ke perbankan Nasional.
Dia mencontohkan penambahan PNM senilai Rp3 triliun kepada Waskita Karya yang memiliki utang pada kisaran Rp80 triliun tidak akan cukup untuk membayar beban utang. Adapun, utang BUMN konstruksi itu mayoritas digunakan untuk pembangunan jalan tol Trans Jawa.
Menurutnya, jika mau sehat seluruh RDPT yang dijual BUMN konstruksi di lepas ke investor SWF. Saat ini investor SWF meminta yield 1,2 kali PBV sehingga jika RDPT tersebut dijual 1,2 kali PBV maka Jamsostek akan rugi.
“Agar investor SWF tertarik membeli SWF pada 1,5 kali PBV pemerintah bisa memperpanjang konsesi jalan tol yang dibangun Waskita agar nilai 1,5 kali PBV dapat menarik investor asing di SWF,"pungkas Kartika.