Bisnis.com, JAKARTA—Kenaikan harga minyak dunia dalam beberapa waktu belakangan disebut sebagai pendorong untuk kenaikan nilai impor minyak dan gas bumi (migas) migas pada Juni 2021. Aktivitas masyarakat selama pandemi Covid-19 juga dinilai ikut mendorong peningkatan kebutuhan impor migas.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor migas pada Juni 2021 tercatat senilai US$2,30 miliar, naik 11,44 persen dibandingkan dengan Mei 2021. Jika dilihat secara year on year (yoy), maka nilai tersebut lebih tinggi 239,38 persen dibandingkan dengan Juni 2020.
Kenaikan nilai impor migas disebabkan oleh bertambahnya impor minyak mentah menjadi US$489,5 juta, atau sekitar 101,48 persen. Meski begitu, impor hasil minyak turun 14,32 persen month on month (mom), serta impor hasil gas juga berkurang 23,57 persen mom.
Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan bahwa kenaikan impor minyak mentah yang cukup signifikan disebabkan oleh kondisi yang terjadi pada periode Maret dan Mei dengan harga minyak yang mencapai US$63 per barel untuk minyak berjangka jenis Brent.
Hal itu, kata dia, menyebabkan MOPS dan Argus sebagai harga acuan mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Perbedaan harga pada Brent dan MOPS juga membuat nilai impor bertambah.
Selain itu, pergerakan masyarakat di periode itu juga sudah cukup banyak, sehingga konsumsi BBM mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Hal itu menyebabkan Pertamina harus menambah jumlah impor crude maupun produk agar bisa menyesuaikan stok dengan kondisi konsumsi yang ada.
“Harga produk di periode tersebut juga MOPS-nya cukup tinggi, berkisar US$63 sampai US$71 per barel. Saya kira ini yang menyebabkan kenaikan impor sektor migas. Harga yang sudah mulai naik, serta konsumsi yang meningkat [menyebabkan nilai impor naik],” katanya kepada Bisnis, Kamis (15/7/2021).
Untuk periode Juli, Mamit berpendapat, impor migas Pertamina akan menyesuaikan kembali dengan kebijakan pemerintah terkait dengan kondisi pandemi Covid-19 di dalam negeri.
Kebutuhan impor migas nantinya akan dipengaruhi oleh seberapa lama kebijakan Pemberlakuan Pengetatan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat diterapkan pemerintah.
Pasalnya, PPKM darurat sangat berdampak terhadap mobilitas masyarakat yang pada akhirnya mempengaruhi kebutuhan energy.
“Jika pun tidak, dengan kondisi saat ini saya kira sudah seharusnya Pertamina bisa mengurangi impor dan pada posisi wait and see terhadap kebijakan pemerintah. Tapi, mereka juga harus memastikan jangan sampai ada kelangkaan BBM maupun LPG selama kebijakan ini berjalan,” jelasnya.