Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dinilai perlu menentukan skala prioritas dalam memberikan penyertaan modal negara (PMN) kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di tengah proses pemulihan ekonomi nasional.
Sebagaimana diketahui, Menteri NUMN Erick Thohir meminta tambahan PMN sebesar Rp33,9 triliun pada tahun ini dan Rp72 triliun untuk 2022.
Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra P. G. Talattov mengatakan mayoritas BUMN memang mencatatkan penurunan kinerja yang signifikan selama pandemi Covid-19.
Namun, permasalahan BUMN tidak hanya disebabkan oleh pandemi Covid-19, namun sudah sejak sebelum terjadinya pandemi. Hal ini tercermin dari porsi dividen BUMN terhadap penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang telah turun sejak periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Abra menyampaikan, kontribusi dividen BUMN terhadap PNBP pada 2015 mencapai 14 persen. Namun, posisi terus mengalami penurunan hingga menjadi 11 persen pada 2018, baru kembali meningkat menjadi 19 persen pada 2019.
Selain itu, laba BUMN terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2018 masih tercatat sebesar 1,2 persen. Namun pada 2020, laba BUMN terhadap PDB hanya sebesar 0,2 persen.
Baca Juga
“Ini gambaran umum bagaimana kinerja BUMN selama pandemi semakin terpuruk. Akhirnya, dengan kinerja yang buruk, ini seolah-olah menjadi alasan Kementerian BUMN untuk meminta bantuan dari negara atau dari rakyat melalui dana PMN,” katanya dalam siaran langsung melalui akun Instagram @indef_official, Minggu (11/7/2021).
Abra mengatakan, sejak sebelum pandemi Covid-19, pemerintah sudah banyak diingatkan agar tidak terlalu membebankan BUMN dalam proyek infrastruktur.
Hal ini akan mengganggu kinerja BuMN itu sendiri dikarenakan imbal hasil dari bisnis padat modal baru akan dinikmati dalam jangka yang panjang. Sementara itu, untuk jangka pendek menengah, beban pembangunan tersebut harus ditanggung oleh BUMN dan pada akhirnya akan dialihkan ke negara.
Selain itu, keuangan negara atau APBN saat ini juga menghadapi masa sulit di mana penerimaan negara mengalami penurunan tajam, sementara belanja negara perlu terus ditingkatkan.
“APBN saat ini terbatas, bayangkan [PMN kepada BUMN] tahun depan naik hampir dua kali lipat sebesar Rp72 triliun. Di sisi lain, belanja penanganan pandemi masih butuh dana besar,” jelasnya.
Oleh karena itu, Abra mengatakan pemerintah perlu sangat selektif dalam memberikan PMN kepada BUMN. Pemerintah pun dinilai perlu menetapkan skala prioritas, terutama BUMN yang sifatnya esensial.
“Dari usulan Rp72 triliun tidak semua harus disetujui, perlu ada skala prioritas,” tuturnya.