Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PPN Buat Kesenjangan Meningkat, Ekonom Senior: Harusnya Pemerintah Fokus Kejar PPh

Kenaikan PPN akan menyebabkan kesenjangan yang semakin lebar. Itu akan terjadi di Indonesia jika pemerintah ngotot menaikkan PPN.
Ekonom CORE Indonesia Hendri Saparini/BISNIS
Ekonom CORE Indonesia Hendri Saparini/BISNIS

Bisnis.com, JAKARTA - Beberapa negara di dunia yang ingin menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) membuat pemerintah Tanah Air ingin mengikuti kebijakan tersebut. 

Ekonom Senior Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Hendri Saparini mengatakan bahwa Indonesia dianggap tidak bisa menerapkan kenaikan PPN karena pungutan dibebankan pada konsumen akhir. Akibatnya, siapapun tanpa mengenal status bisa kena pajak.

“Jadi kalau kita dengan tingkat kesenjangan yang tidak seperti kelompok OECD atau negara maju yang kesenjangan bukan jadi isu, semestinya ini jadi pertimbangan yang besar,” katanya pada diskusi virtual, Kamis (24/6/2021).

Hendri menjelaskan bahwa berbagai kajian menyebutkan kenaikan PPN akan menyebabkan kesenjangan yang semakin lebar. Itu akan terjadi di Indonesia jika pemerintah ngotot menaikkan PPN.

“Jadi yang semestinya didorong adalah pajak yang lebih adil yaitu PPh [pajak penghasilan]. Apa upaya lebih keras? Iya. Tapi itu lebih adil karena ada batas kena pajak. Lalu pajak progresif bisa dilakukan. Ini yang mesti dioptimalkan,” jelasnya.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan bahwa beberapa negara di dunia saat ini memberikan respons terhadap kebijakan pajak.

Terjadi kenaikan tren tarif standar umum PPN. Sebanyak 127 negara tahun 2020 rata-rata tarif PPN global sebesar 15,4 persen. Sedangkan Indonesia menerapkan tarif tunggal 10 persen yang berlaku sejak 1983.

Di saat yang sama, rata-rata PPh badan secara global saat ini turun menjadi sekitar 24 persen. Angka tersebut menyusut dari 40 persen pada 1980.

Seharusnya, terang Yustinus, orang yang lebih mampu membayar pajak lebih tinggi. Sayangnya, memajaki mereka dari sisi PPh begitu menantang.

“Pada balapan turunkan tarif pajak. Padahal mestinya progresif. Maka sekarang orang melirik pajak yang lebih rendah dan kenakan pajak yang tidak langsung atau konsumsi sebagai salah satu penerimaan yang paling mungkin,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper