Bisnis.com, JAKARTA -- Staf Khusus Menteri Keuangan (Menkeu) Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan bahwa kondisi rasio pajak Indonesia memprihatinkan karena kondisinya cenderung turun dari tahun ke tahun.
“Ini karena peningkatan peneriman tidak berbanding dengan peningkatan kue ekonomi kita,” pada diskusi virtual, Kamis (24/6/2021).
Berdasarkan materi yang disampaikan, rasio pajak terus turun dari tahun 2012, yaitu 13,95 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Angka tersebut sempat naik pada 2018, yakni 11,40 persen dari tahun sebelumnya 10,67 persen. Tahun lalu, realisasinya 8,91 persen.
Sementara itu, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan mencatat, saat ini dua jenis pajak yang paling tinggi menyumbang penerimaan negara adalah pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 42 persen dan PPh badan 34 persen. Sementara pajak penghasilan orang pribadi (PPh OP) masih rendah di angka 9 persen.
Hal tersebut sangat berbeda dengan negara maju. Kontribusi PPh OP semakin tinggi. Korea Selatan contohnya, sebesar 18 persen. Amerika Serikat lebih tinggi lagi, yaitu 42 persen.
Baca Juga
Yustinus menjelaskan bahwa tantangan Indonesia sangat besar untuk meningkatkan kembali rasio pajak. Pemerintah harus bisa mencapainya tanpa harus memberi beban secara eksesif sehingga memberatkan masyarakat.
Apabila harus memilih, tentu Negara ingin rasio pajak meningkat sekaligus iklim investasi dan bisnis kondusif.
“Tapi kalau diminta mencari jalan tengah, kita ingin rasio pajak kita meningkat secara moderat dan tetap bisa memberikan fleksibilitas dan iklim yang baik untuk bisnis dan investasi,” jelasnya.