Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengapresiasi keputusan Presiden Joko Widodo, yang menutup pintu penanaman modal untuk minuman beralkohol (minol) di Indonesia.
Ketua PHRI Provinsi Sulawesi Utara Nicho Lieke menilai keputusan yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 49 Tahun 2021 Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, sejalan dengan amanat konstitusi, tugas negara dan pemerintah adalah melindungi rakyatnya baik menyangkut agama, keyakinan, kesehatan, ekonomi, dan moral bangsanya.
“Keputusan yang baik. Pemerintah secara jelas menyatakan bahwa tidak akan menerbitkan Izin Usaha Industri (IUI) yang baru. Jadi, perusahaan atau perizinan IUI yang sudah ada tetap berjalan seperti biasa. Kebijakan ini juga demi penerimaan negara dan nasib ribuan tenaga kerja di industri ini,” kata Nicho dalam keterangan tertulis, Kamis (19/6/2021).
Sebelumnya, ketika mewakili Ketua Umum PHRI pada acara peluncuran bir Bali Hai Romantic Day Lager di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (9/6/2021), dia mengatakan isi Perpres 49/2021 menjelaskan bahwa beberapa ketentuan Perpres 10/2021 diubah, yang salah satunya tentang penanaman modal untuk bidang minuman mengandung alkohol.
Hadir pada kesempatan itu, Managing Director PT Bali Hai Brewery Indonesia (BHBI) Andres Chandraatmaja, Brewmaster BHBI Daniel To, dan Ketua Asosiasi Minuman Beralkohol Kearifan Lokal Indonesia (AMBKL) Audhy Charles.
“Kami mendukung kebijakan Presiden Jokowi untuk melindungi pengusaha nasional. Pelaku usaha ingin mendapatkan kepastian,” kata Nicho.
Di sisi lain, Nicho juga berharap pemerintah tidak hanya melihat minol sebagai aset penyumbang devisa negara, tetapi keberadaan minol hendaknya dimaknai sebagai salah satu daya tarik bagi industri pariwisata di Tanah Air.
“Wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia, rata-rata ingin mencoba minuman kearifan lokal yang mengandung alkohol. Contohnya, wisatawan yang ke Bali rata-rata ingin mencoba arak Bali. Demikian juga kalau ke Manado, banyak wisatawan asing yang mencari Cap Tikus,” jelas Nicho.
Dia menyebutkan, negara-negara yang tidak mengizinkan peredaran minol jarang dikunjungi wisatawan asing. Contohnya, Brunei Darussalam dan Bahrain.
“Brunei Darussalam membangun hotel bintang enam yang dilapisi emas, tapi turis enggan berkunjung ke sana. Kenapa? Karena tidak daya tarik. Sebab, kesannya negara itu tertutup,” jelasnya.
Nicho juga berharap suatu saat adanya perusahaan kearifan lokal yang memproduksi minol melakukan intial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia.
“Arahnya harus seperti itu, supaya industri minol maju dan masyarakat dapat memiliki sahamnya,” katanya.