Bisnis.com, JAKARTA — Meskipun dinilai kurang ambisius, Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai sektor energi Indonesia mampu mencapai target net zero emission atau netral karbon lebih cepat.
Laporan terbaru IESR yang berjudul “Deep Decarbonization of Indonesia’s Energy System: A Pathway to Zero Emissions by 2050” menunjukkan bahwa secara teknologi dan ekonomi, sektor energi Indonesia mampu mencapai nol emisi karbon pada 2050.
Laporan ini merupakan kajian komprehensif pertama di Indonesia yang menggambarkan peta jalan mencapai emisi nol karbon di 2050 di sistem energi.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan bahwa laporan ini merupakan tonggak penting mengingat saat ini aksi mitigasi di sektor energi tidak cukup ambisius.
"Dalam laporan ini, kami juga menunjukkan bahwa 1 dekade ke depan akan sangat penting karena untuk bisa mencapai netral karbon di 2050 maka emisi gas rumah kaca di Indonesia dari sektor energi harus mencapai puncaknya pada 2030. Kemudian bisa turun secara bertahap menuju 2050," ujarnya dalam acara peluncuran laporan IESR, Jumat (28/5/2021).
Menggunakan model transisi sistem energi yang dikembangkan oleh Lappeenranta University of Technology (LUT), laporan ini memperlihatkan bahwa Indonesia mampu menggunakan 100 persen energi terbarukan di sektor kelistrikan, industri, dan transportasi.
“Model yang menggunakan analisis skenario secara terperinci untuk Indonesia ini didesain menggunakan resolusi hitungan waktu per jam dan terdiri dari wilayah-wilayah yang saling terhubung, sehingga sangat relevan untuk model transisi energi di Indonesia serta memastikan pasokan energi yang stabil di segala jam dan wilayah,” ujar Christian Breyer, Profesor Ekonomi Surya di LUT.
Agar dapat mulai menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), Indonesia perlu memasang sekitar 140 GW energi terbarukan pada 2030 dan sekitar 80 persennya merupakan PLTS. Selain itu, penjualan mobil listrik dan sepeda motor perlu ditingkatkan masing-masing menjadi 2,9 juta unit dan 94,5 unit juta pada 2030.
Di sektor industri, pemenuhan kebutuhan panas industri menggunakan listrik perlu menjadi pilihan utama, diikuti oleh energi biomassa.
Hal terpenting lainnya, PLN perlu menghentikan pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara baru pada 2025. Pada 2045, energi terbarukan memasok 100 persen listrik di Indonesia. Sementara itu, bahan bakar sintetik, hidrogen, dan pemanas listrik akan lebih berperan dalam dekarbonisasi di sektor transportasi dan industri.
Dekarbonisasi sistem energi berpotensi mengurangi biaya sistem tahunan sebesar 20 persen dibandingkan dengan sistem energi berbasis fosil.