Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dunia 'Berebut' Pangan, Indonesia Harus Siapkan Skema Impor yang Tepat

Indonesia perlu merencanakan skema impor sedini mungkin karena terdapat risiko perebutan komoditas di pasar global dan juga alat pengangkut, yang berpeluang mengerek harga pangan dunia.
Pedagang daging sapi segar melayani konsumen, di  Pasar Modern, Serpong, Tangerang Selatan, Senin (2/6/2019)./Bisnis-Endang Muchtar
Pedagang daging sapi segar melayani konsumen, di Pasar Modern, Serpong, Tangerang Selatan, Senin (2/6/2019)./Bisnis-Endang Muchtar

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah disarankan menyiapkan rencana pengadaan sedini mungkin sebagai langkah antisipasi menghadapi tren kenaikan harga pangan dunia yang terus berlanjut. Hal ini utamanya dibutuhkan untuk mengamankan pasokan komoditas pangan yang dipenuhi lewat impor.

Wakil Menteri Perdagangan periode 2011–2014 sekaligus ekonom pertanian dari IPB University Bayu Krisnamurthi mengatakan kenaikan harga komoditas pangan tak lepas dari belum berakhirnya fenomena Commodity Super Cycle.

Dia mencatat harga kedelai Brasil telah naik 62 persen dibandingkan dengan harga April 2020. Harga minyak sawit Indonesia pun terpantau naik 94 persen dibandingkan dengan periode yang sama.

“Kondisi ini diperkirakan masih akan berlangsung satu sampai satu setengah tahun lagi,” kata Bayu, Minggu (9/5/2021).

Bayu mengatakan terdapat dua hal yang memengaruhi harga komoditas secara global. Penyebab pertama adalah naiknya permintaan untuk komoditas tersebut. Contohnya terlihat pada impor minyak kelapa sawit mentah (CPO) India yang naik 90 persen antara April 2020 sampai 2021 dan juga naiknya impor kedelai China untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak.

Adapun penyebab kedua adalah berkurangnya pasokan akibat gangguan produksi. Contohnya adalah panen kedelai di Brasil dan Amerika Serikat yang kurang baik dan berkurangnya stok sapi di Australia dan Brasil.

Oleh karena itu, Bayu mengatakan Indonesia perlu merencanakan impor sedinin mungkin karena terdapat risiko perebutan komoditas di pasar global dan juga alat pengangkut. Terlebih, lanjutnya,  komoditas pangan yang masih ditopang lewat impor mencakup pangan pokok seperti gula, kedelai, gandum, dan daging sapi.

“Perencanaan impor harus dilakukan seawal mungkin karena akan terjadi ‘perebutan’ barang di pasar global. Pengalaman kesulitan kita menambah impor sapi pada kuartal I tahun ini menunjukkan kondisi itu,” lanjutnya.

Namun Bayu menyoroti pula dilema yang harus dihadapi pemerintah dalam menjaga pasokan dan stabilitas harga di dalam negeri di tengah pergerakan harga internasional. Untuk komoditas yang aktivitas impornya banyak dilakukan oleh pelaku usaha swasta, terdapat tantangan jika harga terlalu tinggi dan pebisnis lebih memilih menahan impor.

“Untuk menjaga pasokan tetap terjaga, memang serba sulit. Jika pemerintah tidak intervensi [ikut impor], bisa terjadi inflasi atau berdampak ke aktivitas hilirnya. Namun jika diintervensi, perlu APBN untuk meringankan harga dan tetap swasta yang harus mengimpor,” kata Bayu.

Dengan sejumlah alasan, perusahaan pelat merah dinilai Bayu tidak selalu sanggup melakukan impor. Selain kesiapan administrasi, penjual di negara asal pun belum tentu langsung memberi kepercayaan kontrak kepada BUMN.

“Karena itu, impor harus direncanakan dan diantisipasi sedini mungkin karena prosesnya yang tidak mudah dan membutuhkan waktu. Alternatif lain ya kita terima harga di dalam negeri naik karena situasi global,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, Indeks Harga Pangan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO Food Price Index/FFPI) pada April telah bertengger di 120,9 poin atau naik 1,7 persen dibandingkan dengan indeks pada Maret 2021. Indeks ini juga 30,8 persen lebih tinggi dibandingkan dengan April 2020.

Kenaikan pada April juga menandai tren harga pangan yang terus merangkak dalam 11 bulan terakhir, sekaligus memecahkan rekor sebagai indeks tertinggi sejak Mei 2014.

FAO melaporkan kenaikan pada April disumbang oleh naiknya sejumlah komoditas. Kontribusi kenaikan terbesar berasal dari gula, minyak nabati, daging, produk susu, dan serealia. Dari kelompok komoditas tersebut, sebagian diimpor Indonesia dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri, yakni gula, kedelai, daging sapi, dan gandum.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper