Bisnis.com, JAKARTA – Target pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) untuk satu dekade ke depan mengalami penyesuaian karena adanya koreksi pertumbuhan permintaan listrik.
Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Harris mengatakan bahwa dalam rancangan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pengembangan panas bumi semula ditargetkan dapat mencapai 9.300 megawatt (MW) pada 2030.
Namun, pada roadmap terbaru pengembangan panas bumi yang akan dituangkan di dalam rancangan Grand Strategi Energi Nasional (GSEN), pencapaian target tersebut dimundurkan ke 2035.
"Dalam implementasinya ternyata banyak pengaruh, terutama karena pengaruh demand. Pertumbuhan demand yang tidak sesuai dengan ekspektasi kami di awal sehingga di GSEN target 9.300 MW kami mundurkan di 2035," ujar Harris dalam sebuah webinar, Kamis (6/5/2021).
Menurutnya, pertumbuhan permintaan listrik mengalami koreksi hingga -2,4 persen akibat pandemi Covid-19 dan saat ini kondisi kelistrikan nasional mengalami oversupply. Di sisi lain, penambahan kapasitas juga terbatas karena masih adanya kontrak pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang sudah berjalan hingga 2025-2026.
Adapun, pengembangan panas bumi masih sangat minim. Hingga saat ini, kapasitas terpasang PLTP baru mencapai 2.130,7 MW dari potensi sumber daya panas bumi sebesar 23.765,5 MW.
Baca Juga
Guna mengakselerasi pengembangan panas bumi, pemerintah telah menyiapkan berbagai bentuk dukungan, salah satunya melalui government drilling. Kementerian ESDM akan melakukan pengeboran eksplorasi panas bumi pada 20 wilayah kerja panas bumi sampai dengan 2024 untuk rencana pengembangan 683 MW.
"Ada program baru government drilling di mana pemerintah ambil sebagian risiko pengembangan panas bumi terhadap eksplorasi sebelum nanti penawaran WKP ke badan usaha atau BUMN, risiko yang ada dalam proyek sudah bisa direduksi minimal 1-2 persen," kata Harris.
Selain itu, ada pula pemanfaatan dana pembiayaan infrastruktur sektor panas bumi (PISP) dan geothermal resource risk mitigation (GREM) untuk pendanaan pengembangan panas bumi.
Pengembangan panas bumi, kata Harris, juga akan didorong dari sinergi BUMN dan optimalisasi sumber daya pada WKP yang telah berproduksi dengan pengembangan ekspansi, serta pembentukan holding panas bumi yang terdiri atas PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), PT PLN Gas & Geothermal, dan PT Geo Dipa Energi (Persero).
"Saat ini juga sedang proses mengerucutkan bagaimana upaya menyatukan BUMN tersebut sehingga bisa jadi BUMN panas bumi terbesar di dunia," katanya.