Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini merilis pertumbuhan ekonomi kuartal I/2021 yang masih mencatatkan kontraksi baik secara tahunan dan kuartalan, yaitu masing-masingnya sebesar -0,74 persen dan -0,96 persen.
Seiring dengan hal itu, industri pengolahan tercatat juga masih menorehkan rapor merah atau minus 1,38 persen dengan manufaktur di minus 0,71 persen. Meski secara kuartal, angka itu sudah menunjukkan perbaikan dari kuartal IV/2020 yang minus 2,22 persen.
Kepala BPS Kecuk Suhariyanto mengatakan industri tekstil dan pakaian jadi mengalami kontraksi pertumbuhan paling dalam atau minus 13,28 persen karena permintaan domestik dan ekspor yang masih belum membaik.
"Asosiasi juga melaporkan kenaikan harga minyak turut membuat harga bahan baku meningkat dengan tingkat utilisasi yang turun," katanya, Rabu (5/5/2021).
Sementara itu, Suhariyanto menyebut sejumlah sektor industri pengolahan non-migas juga mencatatkan pertumbuhan di antaranya yang paling tinggi adalah industri kimia, farmasi, dan obat tradisional sebesar 11,46 persen.
Adapun saat dikonfirmasi terkait kontraksi yang terendah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil Rakhman mengatakan pihaknya masih melakukan analisa terkait hasil tersebut.
Dihubungi terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan kontraksi pada industri tekstil yang cukup tinggi terjadi sejak akhir Maret hingga saat ini.
"Karena kuartal I/2021 pasar sedang bagus, impornya sedikit karena kesulitan kontainer tetapi akhir Maret, kontainernya mulai tersedia dan barang impor masuk lagi khusunya di produk jadi yang dijual secara online. Barang impor ini stok yang tertahan selama 2020, jadi harganya murah banget," ujarnya.