Bisnis.com, JAKARTA — Penyerapan beras oleh Perum Bulog diperkirakan tak optimal karena nihilnya kanal penyaluran. Sumbangan serapan ideal sebesar 60 sampai 65 persen pada masa panen raya pun bisa tidak tercapai.
“Dengan ketiadaan outlet, penyerapan saat panen raya bisa tidak optimal. Pada situasi ketika Bulog masih memiliki outlet, 60 sampai 65 persen pengadaan berlangsung pada bulan-bulan ini,” kata Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori, Selasa (4/5/2021).
Perum Bulog tercatat telah menyerap sekitar 535.890 ton beras pada puncak panen yang jatuh pada Maret dan April. Jumlah tersebut hampir memenuhi target pengadaan sampai Mei yang sempat ditargetkan mencapai 600.000 ton. Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso sebelumnya juga menargetkan stok kelolaan Bulog akan mencapai 1,5 juta ton pada Mei 2021.
Khudori menyebutkan realisasi serapan di kisaran 500.000 ton sampai April bukanlah volume yang besar. Aangka tersebut dia nilai wajar mengingat Bulog juga tak memiliki banyak pilihan dalam menyalurkan beras.
Menurutnya, serapan Bulog dalam rangka menjaga harga di sisi hulu bisa ditingkatkan dengan menambah porsi stok komersial. Namun, dia sanksi perusahaan pelat merah tersebut bisa melakukan pengadaan beras komersial dalam jumlah besar.
“Serapan komersial bergantung ke seberapa besar porsi komersial mereka terus tumbuh. Kalau tidak sebesar harapan publik, tetap saja Bulog tetap akan tidak optimal menjalankannya,” kata dia.
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian Kuntoro Boga Andri mengatakan penurunan harga gabah di tingkat petani yang terjadi beberapa bulan terakhir merupakan momentum bagi pemerintah untuk menjaga harga di tingkat petani.
Dia mengatakan gerakan serap gabah telah dikerahkan dan dijalankan tak hanya oleh Bulog, tetapi juga oleh BUMN klaster pangan dan pemerintah daerah.
“Kita tahu saat ini panen raya masih terjadi di berbagai sentra produksi padi. Di sinilah kunci pemerintah hadir membantu petani agar mendapatkan harga yang layak,” kata dia.