Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo telah meneken tunjangan hari raya (THR) untuk seluruh aparatur sipil negara (ASN). Akan tetapi besarannya dianggap terlalu kecil karena tunjangan kinerja tidak masuk hitungan.
Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Byarwati mengatakan bahwa kondisi ini cukup mengkhawatirkan karena akan memengaruhi daya beli pegawai negeri sipil (PNS). Hal ini disebabkan tunjangan kinerja sangat besar peranannya dalam komponen gaji keseluruhan (take home pay) PNS.
“Tunjangan kinerja yang diakumulasi dengan THR, idealnya berdampak pada lonjakan konsumsi rumah tangga,” katanya melalui pesan instan kepada wartawan, Senin (3/5/2021).
Anis menjelaskan bahwa total abdi negara di Indonesia sekitar 4 juta orang. Jumlah tersebut sangat besar dampaknya terhadap kekuatan konsumsi sebagai penopang pertumbuhan ekonomi nasional.
Dengan adanya THR, dia berharap ekonomi bisa tumbuh positif pada triwulan II/2021 karena masyarakat sudah terlalu lama terjebak dalam krisis pandemi Covid-19.
“Salah satu sumber pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi rumah tangga. Dan konsumsi rumah tangga ditentukan oleh pendapatan,” jelasnya.
Baca Juga
THR PNS tidak penuh membuktikan kebijakan pemerintah tidak sejalan dengan keputusan lainnya. Anis mencontohkan saat ini Jokowi memberikan stimulus pada sektor industri properti dan kendaraan bermotor melalui insentif pajak.
Di waktu yang sama, dilakukan penghematan pengeluaran anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dengan pemberian THR secara tidak penuh kepada PNS. Ini memang berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat, tapi minim memberi efek penurunan tingkat konsumsi karena pengurangan pendapatan.
“Terkadang, banyak hal yang tidak sesuai antara instruksi dengan kondisi di lapangan. Koordinasi inilah yang menjadi pekerjaan rumah di Indonesia,” ucapnya.