Bisnis.com, JAKARTA – Peran Otoritas Pelabuhan Utama (OP) Tanjung Priok menjadi vital dalam upaya pencegahan kongesti di batas wilayah Pelabuhan Tanjung Priok sesuai Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKp).
Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi menilai perlu ada evaluasi menyeluruh pada wilayah yang berisiko menjadi sumber kongesti.
“Kemacetan yang kerap berlangsung di wilayah Tanjung Priok, Jakarta Utara, termasuk di pelabuhan. Banyak pihak yang berkepentingan di sana seperti terminal peti kemas, depo, gudang, juga Pemprov DKI Jakarta. Lembaga OP juga jangan lepas tangan. Mereka juga harus terlibat juga dalam urusan kemacetan di Tanjung Priok,” ujarnya, Rabu (7/4/2021).
Berdasarkan UU No. 17/2008 tentang Pelayaran, PP No. 61/2009 tentang Kepelabuhanan, dan Keputusan Menteri Permenhuban No. 63/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas Pelabuhan, Ditjen Perhubungan Laut punya tugas menyusun Rencana Induk Pelabuhan (RIP), serta DLKr dan DLKp.
Dia menilai Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub memiliki wewenang tersebut. OP selain berfungsi juga sebagai pengawas untuk menjamin kelancaran arus barang di pelabuhan. Mengatasi kendala arus barang di pelabuhan tidak dapat hanya sekadar pernyataan tetapi aksi di lapangan.
Dia menegaskan dibutuhkannya tindakan jelas dan tegas dalam kemacetan di salah satu pelabuhan terbesar di Asean. Tidak cukup hanya dengan menggalang opini.
Baca Juga
“Jangan hanya mau posisinya saja yang diperkuat. Saya tidak bisa membayangkan jika desakan agar OP diperkuat disambut oleh Kemenhub, tetapi urusan teknis seperti kemacetan tidak tertangani,” tekannya.