Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Tantangan Pemenuhan TKDN di Sektor Hulu Migas

Pemerintah dinilai terlalu sibuk mengatur penggunaan TKDN, tetapi lupa untuk membangun industri komponen dalam negeri.
Platform offshore migas. Istimewa/SKK Migas
Platform offshore migas. Istimewa/SKK Migas

Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Divisi Pengelolaan Rantai Suplai dan Analisis Biaya SKK Migas Widi Santuso menilai masih terdapat sejumlah tantangan yang perlu diselesaikan untuk mengoptimalisasikan peningkatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) di sektor hulu migas.

Dia mengatakan optimalsiasi penggunaan TKDN tidak hanya sekadar persoalan regulasi dan implementasinya saja yang diperhatikan, melainkan juga cara membangun kemampuan pasar dan pembinaan terhadap penyedia barang dan jasa.

Menurutnya, perlu ada kebijakan regulasi yang mendukung dunia bisnis dalam peningkatan investasi dan inovasi terhadap teknologi hulu migas. Kemudian juga peningkatan kemampuan produsen dalam negeri untuk memproduksi kebutuhan barang yang memiliki teknologi tinggi di bidang hulu migas.

"Kami sudah cukup memberi peluang, cukup meregulasi secara keras. Namun kemampuan produsen dalam negeri tidak segera ditambah atau produsen dalam negeri tidak menangkap peluang-peluang yang ada. Karena di dalam hulu migas, kami harus perhatikan risk dan teknologi yang tinggi," ujar Widi dalam sebuah webinar, Kamis (25/3/2021).

Kemudian kualitas sumber daya manusia dalam negeri untuk memiliki kemampuan terhadap teknologi tinggi di bidang hulu migas juga penting untuk ditingkatkan.

Selain itu, efektivitas perusahaan dalam negeri untuk meningkatkan efisiensi waktu dan biaya perlu ditingkatkan sehingga dapat mencipatkan barang atau jasa yang lebih kompetitif.

"Perusahaan kita mungkin sudah cukup mampu, tapi mungkin masih kurang memperhatikan dari sisi efektivitas waktu dan biaya karena mau tidak mau perusahaan lokal dalam memperoleh proyek hulu migas perlu berkompetisi. Kalau ini tidak diperhatikan akan kalah bersaing dengan perusahaan yang ada, baik di dalam maupun luar negeri," katanya.

Staf Khusus III Menteri BUMN Arya Sinulingga berpendapat tantangan pemenuhan TKDN juga disebabkan tidak adanya transparansi dari produsen-produsen lokal. Menurutnya, perlu dibuat suatu sistem yang dapat memberikan informasi terkait kandungan TKDN hingga standar sertifikasi produk-produk lokal.

"Kita ini masih perdebatan karena tidak ada keterbukaan, perlu transparansi. Ketika semua transparan terhadap pengadaan barangnya, Pertamina atau BUMN lainnya pasti tidak akan bisa menolak. Jangan sampai ntar tender, kita tidak tahu TKDN-nya berapa, ribut di luar. Mungkin Kemenperin buat, misal barang ini, TKDN sekian, sertifikasi sekian," katanya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean menilai selama ini pemerintah terlalu sibuk mengatur penggunaan TKDN, tetapi lupa untuk membangun industri komponen dalam negeri. Hal ini yang membuat industri di sektor energi masih bergantung pada impor.

"Mindset yang harus kita ubah adalah jangan sibuk gunakan TKDN, tapi tidak bangun industrinya. Sektor hulu sampai hilir di sektor energi ini butuh teknologi yang tinggi semua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper