Bisnis.com, JAKARTA -- Penghalang perdagangan atau trade barrier menjadi salah satu kendala pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam memasarkan produknya ke berbagai negara melalui e-commerce. Hal tersebut bisa diatasi jika memiliki pemahaman regulasi yang berlaku di negara tujuan.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antarlembaga Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Syarif Hidayat mengatakan bahwa trade barrier ada dua jenis, yaitu tariff barrier dan non-tariff barrier.
“Kedua jenis itu dijalankan oleh banyak negara. Tariff barrier itu adalah pajak dalam bentuk tarif bea masuk dan sejenisnya,” katanya melalui pesan instan, Rabu (17/3/2021).
Sementara, non-tariff barrier, jelas Syarif adalah ketentuan yang tidak berkaitan dengan tarif pajak tapi kebijakan karantina hingga ketentuan standar nasional masing-masing negara.
Di Indonesia, misalnya, setiap produk harus memiliki standar nasional Indonesia (SNI), sedangkan Jepang ada Japanese Industrial Standards (JIS). Pelaku UMKM yang ingin memasarkan produknya ke suatu negara pun dituntut harus paham dengan regulasi yang ada.
“Ikuti saja ketentuan tersebut maka akan bisa nembus ekspornya ke negara tersebut. Sudah banyak kok yang berhasil ekspor hasil pertanian ke negara lain,” jelasnya.
Berdasarkan catatan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, potensi ekonomi digital Indonesia saat ini sekitar US$40 miliar dan menjadi US$133 miliar pada 2025. Ini menjadi salah satu akselerator pengungkit untuk membangkitkan ekonomi Indonesia.