Bisnis.com, JAKARTA - Peluncuran yuan digital dapat mengacaukan pasar cryptocurrency jika Pemerintah China memperketat peraturan pada saat yang sama.
Kepala eksekutif pasar crypto dan penyedia likuiditas B2C2 Japan Phillip Gillespie menilai begitu yuan digital akan menjadi salah satu risiko terbesar terhadap pasar kripto begitu diperkenalkan nantinya.
"Panic selling mungkin terjadi jika aturan baru akhirnya menyedot likuiditas dari platform perdagangan untuk koin digital," katanya seperti dikutip Bloomberg Sabtu (6/3/2021).
Kekuatan bank sentral untuk mengeluarkan uang virtual dan melarang pesaingnya menjadi adalah salah satu risiko utama untuk sektorkripto. Masyarakat China sudah dilarang mengonversi yuan menjadi token digital, namun praktiknya berlanjut dengan menggunakan Tether, koin digital stabil (stablecoin) yang dipatok berdasarkan dolar AS. Uang yang dikonversi ke Tether kemudian dialihkan ke Bitcoin dan token lainnya.
Draf undang-undang Bank Sentral China (PBOC) yang mengatur yuan virtual mencakup ketentuan yang melarang individu dan entitas membuat dan menjual token. Dalam beberapa hari terakhir, Mongolia juga melarang praktik penambangan mata uang kripto.
Meskipun belum ada tanggal peluncurannya, PBOC kemungkinan akan menjadi bank sentral besar pertama yang menerbitkan mata uang virtual setelah bertahun-tahun mengerjakan proyek tersebut.
Baca Juga
Para pejabat Tether meremehkan kekhawatiran tersebut, dengan mengatakan bahwa mata uang digital bank sentral tidak akan berarti akhir dari stablecoin.
Chief Technology Officer Tether dan Bitfinex Paolo Ardoino mengatakan kesuksesan Tether telah memberikan cetak biru tentang bagaimana cara kerja mata uang digital bank sentral (Central Bank Digital Coin/CBDC).
“Selain itu, CBDC kemungkinan tidak akan tersedia di blockchain publik seperti Ethereum atau Bitcoin. Mil terakhir ini mungkin diserahkan kepada stablecoin yang dikeluarkan secara pribadi. ”tambahnya.
Namun, Gillespie menunjukkan bahwa Tether adalah "bahan bakar" dalam jumlah besar untuk pembelian Bitcoin dan hanya sedikit orang yang menyadari potensi gangguan. "Likuiditas dalam jumlah besar" datang dari bursa yang memanfaatkan permintaan China," tambahnya.
Bitcoin melonjak lima kali lipat pada tahun lalu dan mencapai rekor di atas US$ 58.000 bulan lalu sebelum turun kembali sekitar US$ 10.000. Reli tersebut telah memecah opini, dengan beberapa berpendapat kelas aset baru sedang muncul. Namun ada juga yang berpendapat sebagai perjudian murni oleh investor ritel dan profesional spekulatif di Wild West keuangan.
Dalam laporan baru-baru ini dari JPMorgan Chase & Co. mengatakan kemungkinan akan ada guncangan likuiditas yang parah ke pasar cryptocurrency yang lebih luas jika muncul masalah yang memengaruhi kemauan atau kemampuan investor domestik dan asing untuk menggunakan Tether.
“Semua volume mengalir melalui Tether,” kata Todd Morakis, salah satu pendiri produk dan layanan keuangan digital JST Capital. "Karena regulator semakin membatasi stablecoin, itu bisa sangat negatif bagi pasar karena itu bisa berarti lebih sedikit likuiditas."