Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia National Air Carriers Association (INACA) menilai supaya maskapai dapat berfokus kepada upaya pemulihan pada tahun ini membutuhkan bantuan dana talangan dan insentif yang memudahkan restrukturisasi kewajiban pembayaran.
Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja mengatakan saat ini yang dibutuhkan oleh para maskapai adalah fleksibilitas dan menunda sejumlah pembayaran atau restrukturisasi pembayaran. Restrukturisasi ini, kata Denon, untuk tagihan yang dimulai dari periode masa covid-19 sampai dengan proses pemulihan.
Pasalnya, tekan Denon, semua pihak membutuhkan cashflow atau arus kas untuk menjamin keberlangsungan usahanya.
“Kami lebih berharap diarahkan kepada biaya agar maskapai bisa melakukan restrukturisasi pembayaran. Misalnya ada biaya yang perlu ditangguhkan dari Maret sampai November itu kan delapan bulan hingga sepuluh bulan. Beban biaya bisa dibayarkan terlebih dahulu ke vendor dan mitra usaha maskapai. Biaya bandara, avtur, navigasinya dibayarkan dahulu,” ujarnya, Senin (1/2/2021).
Insentif ini, lanjutnya, nantinya juga menjadi hak tagih kepada maskapai tetapi jangka waktu atau tenor pembayaran kembali tersebut sebaiknya bergantung kepada masing-masing maskapai.
“Karena pastinya penyelenggara bandara, navigasi, avtur menagih terus. Nah tapi pembayaran yang bisa dilakukan kepada maskapai juga nggak ada karena pasarnya menurun dari 2019 terakhir ke 2020 aja 60 persen. Mau dibayar pakai apa. Artinya dana bantuan talangan bisa memberikan nafas ke maskapai supaya fokus ke cashflow untuk kegiatan eksisting pemulihan,” imbuhnya.
Baca Juga
Terkait dengan keberlanjutan subsidi tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) berupa Passenger Service Charge (PSC), dia menilai stimulus ini digangap sukses memberikan kemudahan bagi penumpang. Dia juga berharap insentif ini bisa kembali direalisasikan jika memang bisa meringankan beban masyarakat untuk melakukan aktivitas penerbangan.
Pemerintah tercatat telah memberikan subsidi senilai Rp175 miliar untuk tarif Pelayanan jasa penumpang pesawat udara (PJP2U ). Sementara untuk biaya kalibrasi telah dianggarkan Rp40 miliar lebih bagi AirNav serta API dan APII.
Biaya kalibrasi merupakan biaya untuk mengoperasikan pesawat udara yang dilengkapi peralatan khusus yang dilakukan badan navigasi untuk menjamin peralatan lepas landas dan pendaratan, pengontrolan radar navigasi dan lighting sistem semuanya beroperasi sesuai persyaratan sehingga keselamatan penerbangan terjamin.
Sejauh ini, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) telah menyepakati penyelesaian proses restrukturisasi kewajiban (hutang usaha) terhadap PT Angkasa Pura 1 (Persero), PT Angkasa Pura 2 (Persero) dan PT Pertamina ( Persero ) sebagai bagian dari akselerasi kinerja.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan kesepakatan relaksasi pembayaran kewajiban Garuda Indonesia. Dia menjelaskan melalui perpanjangan waktu pembayaran kewajiban biaya operasional terhadap AP 1, AP 2 dan Pertamina selama 3 (tiga) tahun dari total outstanding kewajiban Perseroan yang tercatat hingga akhir Desember 2020 lalu terhadap ketiga entitas tersebut.
"Dirampungkannya proses restrukturisasi ini kami harapkan dapat menunjang upaya penyehatan kondisi finansial Garuda Indonesia khususnya melalui optimalisasi performa likuiditas Perseroan dengan adanya dukungan dari AP 1, AP2, dan Pertamina atas relaksasi periode waktu pembayaran kewajiban Perseroan," ujar Irfan.