Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penurunan Investasi Asing di Negara Berkembang Lebih Lambat, Asia Unggul

Negara-negara berkembang di Asia justru berhasil melewati badai anjloknya investasi dan dengan menarik sekitar US$ 476 miliar FDI pada 2020.
Para pemimpin Asean di sela-sela KTT ke-34 Asean di Bangkok, Thailand, Minggu (23/6/2019)./ANTARA-Puspa Perwitasari
Para pemimpin Asean di sela-sela KTT ke-34 Asean di Bangkok, Thailand, Minggu (23/6/2019)./ANTARA-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA - Penurunan investasi asing langsung atau FDI sepanjang tahun lalu paling memukul negara maju.

Sementara FDI negara-negara kaya terkoreksi 69 persen, pukulan ke negara maju lebih lambat yakni 12 persen menjadi US$ 616 miliar sepanjang 2020.

Namun, laporan teranyar United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD), mengarisbawahi negara berkembang menyumbang 72 persen dari FDI global, pangsa tertinggi dalam catatan.

Penurunan ini sangat tidak merata di seluruh kawasan berkembang, yakni -37 persen di Amerika Latin dan Karibia, -18 persen di Afrika dan -4 persen di negara berkembang di Asia. Sedangkan FDI ke ekonomi transisi turun 77 persen menjadi US$ 13 miliar.

Sementara itu, negara-negara berkembang di Asia justru berhasil melewati badai anjloknya investasi dan dengan menarik sekitar US$ 476 miliar FDI pada 2020. Meski demikian, aliran dana ke negara-negara anggota Asean menyusut 31 persen menjadi US$ 107 miliar, karena penurunan investasi kepada penerima terbesar di subkawasan.

China adalah penerima FDI terbesar di dunia, dengan arus investasi naik 4 persen menjadi US$ 163 miliar. Industri teknologi tinggi mengalami peningkatan sebesar 11 persen pada 2020. Sedangkam merger dan akuisisi (M&A) lintas batas meningkat sebesar 54 persen, sebagian besar di industri TIK dan farmasi.

“Kembalinya China ke pertumbuhan PDB yang positif ( 2,3 persen) dan program fasilitasi investasi yang ditargetkan pemerintah membantu menstabilkan investasi setelah penguncian awal,” kata laporan UNCTAD, dilansir Senin (25/1/2021).

India, negara berkembang utama lainnya, juga mencatat pertumbuhan positif (13 persen), didorong oleh investasi di sektor digital.

Laporan UNCTAD juga mengatakan bahwa data berdasarkan pengumuman merger akuisisi, pertumbuhan investasi greenfield dan pembiayaan proyek, memberikan gambaran beragam tentang tren ke depan dan menegaskan prospek yang lemah pada 2021.

“Pengumuman proyek greenfield pada 2020 35 persen lebih rendah dari pada 2019, bukan pertanda baik untuk investasi baru di sektor industri pada 2021,” kata laporan itu.

Penurunan dalam kesepakatan pembiayaan proyek internasional, lebih terkendali di angka -2 persen, tetapi kenaikan kuartal terakhir sebagian besar terkonsentrasi di negara-negara maju.

"Untuk negara berkembang, prospek 2021 menjadi perhatian utama," kata James Zhan, Direktur Investasi UNCTAD.

Meskipun, aliran FDI di negara berkembang tampak relatif tangguh pada 2020, proyek greenfield turun sebesar 46 persen dan pembiayaan proyek internasional sebesar 7 persen.

“Jenis investasi ini sangat penting untuk kapasitas produktif dan pembangunan infrastruktur dan dengan demikian untuk prospek pemulihan yang berkelanjutan,” imbuhnya.

Laporan tersebut juga memperingatkan bahwa kapasitas yang jauh lebih terbatas dari negara-negara berkembang untuk meluncurkan paket dukungan ekonomi di bidang infrastruktur akan menghasilkan pemulihan FDI yang tidak merata yang didorong oleh pembiayaan proyek.

UNCTAD memperkirakan setiap peningkatan arus FDI global pada 2021 tidak berasal dari investasi baru dalam aset produktif tetapi dari M&A lintas batas, terutama dalam teknologi dan perawatan kesehatan, dua industri yang menemukan momentum di tengah pandemi.

"Meskipun aktivitas investasi mereka pada awalnya melambat pada 2020, mereka sekarang akan memanfaatkan suku bunga rendah dan meningkatkan nilai pasar untuk memperoleh aset di pasar luar negeri untuk ekspansi, serta saingan dan perusahaan inovatif yang lebih kecil yang terkena dampak krisis," ujar laporan itu.

Perusahaan Eropa diperkirakan akan menarik lebih dari 60 persen kesepakatan teknologi secara nilai, tetapi beberapa negara berkembang juga melihat peningkatan.

India dan Turki menarik banyak kesepakatan di bidang konsultasi IT dan sektor digital, termasuk platform dagang-el, layanan pemrosesan data, dan pembayaran digital.

Sekitar 80 persen dari perusahaan yang mengakuisisi berbasis di negara maju, terutama di Eropa, tetapi beberapa perusahaan multinasional dari pasar berkembang merupakan pembeli aktif.

Investor Afrika Selatan, misalnya, berencana mengakuisisi saham di penyedia layanan kesehatan di seluruh Afrika dan Asia. Perusahaan IT India telah mengumumkan peningkatan akuisisi sebesar 30 persen, menargetkan pasar Eropa dan lainnya untuk layanan teknologi informasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper