Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia dinilai memiliki posisi kuat dalam sengketa larangan ekspor bijih nikel di World Trade Organization (WTO) nanti setelah Uni Eropa melayangkan tuntutan.
Direktur Eksekutif CORE Mohammad Faisal berpendapat tuntutan yang dilayangkan oleh Uni Eropa tidak memiliki dasar hukum. Dengan kata lain, tidak ada aturan WTO yang melarang suatu negara untuk tidak melakukan aktivitas ekspor.
"Tidak ada aturan WTO yang dilanggar karena tidak ada aturan WTO yang melarang suatu negara untuk tidak melakukan ekspor," ujar Faisal kepada Bisnis.com, Jumat (15/1/2021).
Namun demikian, pemerintah diharapkan untuk tidak kecolongan dalam pembahasan panel yang akan berlangsung pada 25 Januari 2021 dengan mengumpulkan bukti-bikti kuat bahwa negara tidak melanggar aturan WTO. Pemerintah juga diharapkan dapat mengumpulkan argumen kuat yang menunjukkan industri nikel merupakan bagian dari kepentingan nasional.
Menurutnya, perihal argumen terkait dengan kepentingan nasional merupakan hal yang sangat penting bagi suatu negara dalam pembahasan sengketa internasional.
"Nikel ini memang sangat precious, ini national interest bagi Indonesia, kita yang punya bahan bakunya, dan bahan bakunya sangat strategis untuk industri pengolahan terkait di masa depan. Pasalnya, ini terkait dengan pengembangan industri mobil listrik yang akan dikembangan ke depan," lanjutnya.
Baca Juga
Sebelumnya, pemerintah Indonesia menyatakan siap untuk melayani tuntutan yang dilayangkan oleh Uni Eropa terkait dengan kasus sengketa nikel kepada WTO.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan kementerian tengah mendalami tuntutan dari negara-negara Uni Eropa serta mengikuti aturan penyelesaian proses sengketa di WTO sesuai dengan aturan yang disepakati.
"Sebagai negara hukum dan demokrasi, Indonesia dengan senang hati akan melayani tuntunan tersebut," ujar Lutfi dalam konferensi pers secara virtual pada Jumat (15/1/2021).