Bisnis.com, JAKARTA — PT PLN kembali memperoleh sertifikat penurunan emisi gas rumah kaca dari tiga pembangkit listrik tenaga air.
Direktur Human Capital and Management PT PLN (Persero) Syofvi Felienty Roekman mengatakan bahwa sertifikat penurunan emisi diperoleh dari PLTA Musi di Bengkulu, serta PLTA Renun dan PLTA Sipansihaporas di Sumatra Utara dengan jumlah 1,2 juta ton CO2eq (ekuivalen karbondioksida).
Dengan penambahan ini, secara total PLN telah memperoleh sertifikat penurunan emisi sejumlah 7,9 juta ton CO2eq.
"Pengembangan tiga PLTA tersebut dimulai ketika PLN menandatangani voluntary emission reduction purchase agreement dengan South Pole pada 2008," ujarnya dalam acara Virtual Ceremony of Carbon Credit Issuance, Senin (11/1/2021).
Sebagian dari sertifikat penurunan emisi tersebut sudah terjual di pasar internasional. Tahun ini PLN mulai membuka layanan pembelian sertifikat penurunan emisi bagi individu, organisasi, maupun perusahaan-perusahaan di Indonesia yang peduli akan lingkungan dan krisis iklim.
Sertifikat penurunan emisi ketiga PLTA ini diperoleh melalui mekanisme Verified Carbon Standard (VCS) yang merupakan standar kualitas yang paling banyak digunakan untuk memverifikasi dan menerbitkan sertifikat penurunan emisi sukarela.
Baca Juga
Selain melalui mekanisme VCS, PLN juga mengembangkan program penurunan emisi gas rumah kaca melalui Clean Development Mechanism (CDM) yang merupakan salah satu mekanisme perdagangan karbon di bawah Perjanjian Protokol Kyoto.
Program CDM PLN meliputi dua pembangkit listrik tenaga panas bumi, yaitu PLTP Kamojang dan PLTP Lahendong. Kedua pembangkit tersebut telah memperoleh sertifikat penurunan emisi sejumlah 309.000 ton CO2eq.
Pembangunan pembangkit energi terbarukan membutuhkan investasi yang sangat besar. Oleh karena itu, adanya insentif dari penjualan sertifikat penurunan emisi membantu pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
“PLN memandang pendanaan karbon sebagai peluang untuk mendukung aspirasi energi bersih yang kami canangkan. Kami berpartisipasi, baik dalam pasar karbon kepatuhan maupun dalam pasar karbon sukarela, dengan mengembangkan program-program penurunan emisi karbon melalui mekanisme CDM dan VCS,” kata Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini.
Pembangkit listrik energi terbarukan memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Indonesia dari sumber energi yang bersih dan ramah lingkungan sehingga membantu target pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca yang mengancam keseimbangan iklim Bumi.
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Paris pada 2016 dan berkomitmen untuk menurunkan 29 persen emisi gas rumah kaca pada 2030. Salah satu strategi pemenuhan komitmen tersebut adalah dengan meningkatkan bauran energi baru dan terbarukan menjadi 23 persen pada 2025.
Zulkifli menuturkan bahwa Rencana Usaha Penyediaan Listrik Tahun 2019—2028 menargetkan akselerasi pembangunan pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) yang akan menurunkan emisi sebesar 137 juta ton CO2eq selama kurun waktu 10 tahun, jika dibandingkan dengan skenario tanpa akselerasi penetrasi EBT.
"Strategi transisi energi PLN telah mendapatkan rekognisi internasional. Tahun lalu PLN berhasil menjadi perusahaan dengan peringkat teratas di Asia Selatan dan Tenggara sebagai perusahaan kunci yang akan menentukan kesuksesan tranformasi sistem energi dan dekarbonisasi, berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan oleh World Benchmarking Alliance," katanya.