Bisnis.com, JAKARTA - Grab dan Gojek memutar otak untuk berinovasi mempertahankan pendapatan usai layanan transportasi online lesu akibat berbagai pembatasan yang diterapkan selama pandemi Covid-19.
Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi mengakui pembatasan sosial skala besar selama pandemi membuat permintaan transportasi penumpang menurun drastis. "Tapi semua itu dikompensasi dengan layanan lain," kata Neneng, seperti dilansir dari Tempo.co, Rabu (30/12/2020).
Dia mencontohkan layanan pengiriman makanan dan belanja meningkat hingga lebih dari 100 persen. Melihat potensi tersebut pada April lalu Grab meluncurkan fitur Grab Assistant.
Neneng menuturkan pelanggan dapat menggunakannya untuk berbelanja kebutuhan tanpa harus keluar rumah. Berbeda dengan Grab Mart yang berlaku di toko mitra tertentu, Grab Assistant bisa digunakan untuk berbelanja di toko manapun asalkan alamat toko dan nomor narahubung tercantum jelas.
Secara terpisah, Co-CEO Gojek, Kevin Aluwi juga mengalami penurunan permintaan pada bisnis ride-hailing. "Pendapatan mitra driver ada penurunan karena volume transportasi cukup terpukul," kata Kevin.
Namun kondisinya bertolak belakang dengan layanan pengiriman makanan dan belanja. Perusahaan mencatat ada kenaikan nilai transaksi kotor layanan grocery hingga 500 persen.
Baca Juga
Di sisi lain, ekosistem merchant GoFood juga tercatat tumbuh 80 persen selama pandemi. Saat ini, layanan tersebut telah menggandeng 900.000 mitra dari sebelumnya 500.000 pada 2019.
Namun, konsekuensi lainnya pandemi membuat Gojek menghentikan hubungan kerja dengan 430 karyawan. Perusahaan pun menutup dua layanan non-inti yakni GoLife dan GoFood Festival, serta memilih fokus pada inovasi, otomatisasi, dan sumber daya manusia.
Berdasarkan laporan e-Conomy SEA yang dirilis Google, Temasek, Bain & Company November 2020, pendapatan di sektor transportasi online menurun 18 persen dibandingkan 2019. Nilainya menurun dari US$6 miliar menjadi US$ 5 miliar.
Head of Corporate Communications Google Indonesia, Jason Tedjasukmana menyatakan dampak terbesar dialami layanan transportasi online. Penutupan sejumlah wilayah menyebabkan mobilitas menurun.
"Kondisinya berbeda dengan layanan pengiriman makanan. Layanan ini justru mengalami peningkatan meskpun tidak cukup untuk mengimbangi kontraksi pada jasa transportasi," ujarnya.