Bisnis.com, JAKARTA - Sebuah studi menunjukkan bahwa pemotongan pajak untuk orang kaya justru memperlebar ketidaksetaran dan tidak memberi keuntungan bagi masyarakat kelas lain.
Penelitian oleh David Hope dari London School of Economics dan Julian Limberg dari Kings's College London itu menemukan bahwa pemotongan pajak selama 50 tahun terhadap orang kaya hanya berdampak pada individu yang terkena dampak langsung. Tidak banyak pengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan yang ditimbulkan.
"Pembuat kebijakan tidak perlu khawatir bahwa menaikkan pajak pada orang kaya untuk mendanai biaya finansial pandemi akan merugikan ekonomi mereka," kata Hope dilansir Bloomberg, Rabu (16/12/2020).
Temuan itu menjadi argumen tandingan yang sering dibuat di Amerika Serikat bahwa kebijakan yang secara tidak proporsional mendukung individu yang lebih kaya pada akhirnya akan mempengaruhi seluruh lapisan perekonomian.
Itu akan menjadi berita baik untuk Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak yang berencana menaikkan pajak dan pungutan yang mungkin berdampak secara tidak proporsional pada individu berpenghasilan tinggi. Upaya itu dalam rangka membangun kembali keuangan publik yang terpukul krisis akibat pandemi virus corona.
Studi itu juga menunjukkan ekonomi Inggris akan dapat mengatasi kebijakan pajak 5 persen sekali pungut yang diumumkan Komisi Pajak Kekayaan pekan lalu yang akan mempengaruhi sekitar 8 juta penduduk.
Para penulis menerapkan analisis yang menggabungkan berbagai pungutan yang diterapkan pada pendapatan, modal dan aset di 18 negara OECD, termasuk AS dan Inggris, selama setengah abad terakhir.
Penelitian dalam makalah itu mencakup kebijakan hingga 2015, tetapi Hope mengatakan analisisnya juga akan berlaku untuk pemotongan pajak Presiden Donald Trump pada 2017.
"Penelitian kami menunjukkan bahwa kebijakan semacam itu tidak memberikan efek ke bawah seperti yang diklaim para pendukung," kata Hope.