Bisnis.com, JAKARTA – Pembeli dari Hong Kong, dan ekspatriat lainnya, telah pindah ke Singapura sejak lockdown negara kota itu diakhiri pada Juni. Hal itu membantu meningkatkan pasar propertinya meskipun ada penurunan ekonomi yang memecahkan rekor.
Namun, proses itu bisa diibaratkan “latihan pindah secara diam-diam”. Banyak perusahaan dengan kantor semula berlokasi di Hong Kong enggan memindahkan eksekutif secara massal, atau secara terbuka, lantaran khawatir dengan Pemerintah China yang berpotensi menyatakan hal itu akan membuat Hong Kong kurang menarik sebagai salah satu pusat finansial dunia.
Dikenal sebagai Kota Singa Asia, aturan hukum Singapura yang kuat, pajak rendah, dan salah satu bandara dengan koneksi terbaik di dunia membuat Singapura memiliki minat yang datang dari pembeli internasional dan pemodal besar. Ini terlepas dari biaya materai (pajak) yang bisa mencapai 25 persen.
James Dyson, perancang industri dan pengusaha, misalnya, membeli properti di negara kota itu tahun lalu. Dia membayar Sin$73,8 juta untuk penthouse di kawasan pusat bisnis (central business district/CBD).
Virus corona, ditambah dengan berkurangnya daya tarik Hong Kong sejak undang-undang keamanan nasional yang baru disahkan pada Juni, membuat stabilitas Singapura semakin dihargai.
Baca Juga
“Singapura berada dalam posisi yang sangat kuat meskipun ada pandemi sejauh menyangkut real estat,” kata Ismail Gafoor, kepala eksekutif PropNex Realty, perusahaan real estat swasta terbesar di Singapura. Dia menunjuk pada penanganan virus yang efektif oleh pemerintah negeri jiran tersebut.
Bahkan dengan penguncian pemerintah yang diberlakukan pada bulan April, Mei dan sebagian Juni, ditambah dengan kontrol perbatasan yang sangat ketat, keseluruhan transaksi properti kelas atas telah lebih tinggi daripada tahun lalu.
Dalam 9 bulan pertama tahun ini, ada 2.362 transaksi kawasan pusat utama, yang memiliki rumah dengan harga tertinggi di negara kota itu, menurut data dari Urban Redevelopment Authority Singapura, berbanding dengan 1.962 pada periode yang sama 2019.
Padahal Singapura jatuh ke dalam resesi untuk pertama kalinya sejak krisis keuangan global, akibat pandemi.
Pada kuartal kedua, ekonomi menyusut 13,2 persen yoy, yang merupakan penurunan terbesar sejak kemerdekaan pada 1965. Kondisi negatif itu diikuti oleh kontraksi 7 persen pada kuartal III/2020 yoy.