Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menargetkan peningkatan kapasitas pembangkit listrik tenaga surya dapat mencapai 17.687 megawatt pada 2035.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Harris Yahya mengatakan bahwa dalam upaya mengakselerasi pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), PLTS akan dikembangkan secara lebih masif.
"Ke depan ini, kami sudah buat asesmen meskipun belum secara detail bahwa sampai 2035 energi terbarukan, khususnya untuk PLTS, akan diberikan ruang yang sangat besar dalam penyediaan energi nasional," ujar Harris dalam acara Virtual The 9th Indonesia EBTKE ConEx 2020, Kamis (26/11/2020).
Pengembangan PLTS secara masif dilakukan melalui tiga pendekatan. Pertama, melalui pengembangan PLTS skala besar dengan target penambahan kapasitas hingga 13.565 MW.
Beberapa program pengembangan PLTS skala besar yang direncanakan, antara lain PLTS di Nusa Tenggara Timur 2 GW, PLTS di Kalimantan Barat untuk 0,5 GW—1 GW, PLTS terapung di Waduk Singkarak 0,5 GW—1 GW, dan pembangunan PLTS di lahan-lahan bekas tambang.
"Pemerintah daerahnya ingin NTT sebagai lumbung energi berbasis surya. Ini ide besar yang memang masih membutuhkan pembahasan lebih lanjut terkait dengan infrastruktur transmisinya karena diperlukan mungkin tidak kurang dari 600 kilometer transmisi 500 kilovolt perlu disiapkan," kata Harris.
Baca Juga
Kedua, melalui subtitusi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dengan PLTS. Kapasitasnya ditargetkan dapat mencapai 1.200 MW.
Ketiga, pengembangan PLTS atap secara masif. Tak hanya di pelanggan rumah tangga, pemerintah juga akan mendorong pemanfaatan PLTS atap di gedung-gedung pemerintahan dan fasilitas BUMN, serta memaksimalkan pemanfaatan PLTS atap di sektor industri dan komersial. Penambahan kapasitas PLTS atap diharapkan dapat mencapai 2.904 MW.
Menurut Harris, saat ini harga listrik dari PLTS makin murah dan persoalan intermitensi juga telah mampu diatasi dengan solusi baterai. Oleh karena itu, isu harga dan intermitensi bukan lagi menjadi tantangan dalam mengembangkan PLTS.
Dengan mendorong pengembangan PLTS skala besar, dia yakin harga listrik dari PLTS bisa kurang dari US$0,04 per kWh.
"PLTS makin lama makin feasible dengan harga yang terbentuk US$0,013 sen per kWh di Portugal dengan kapasitas 700 MW. Ini tentunya bisa menjadi inspirasi kita bisa melakukan hal yang sama," kata Harris.
"Saat ini kontrak PLTS di Cirata US$0,058 sen per kWh. Ada info juga baru-baru ini di dalam negeri sudah ada penawaran PLTS terapung di Sumatra harganya sudah di bawah US$0,04 per kWh. Ini progres yang baik di level nasional untuk akselerasi PLTS ke depan," imbuhnya.
Adapun, saat ini pemanfaatan PLTS di Indonesia baru mencapai sekitar 0,15 GW dari total potensi 207,80 GW.