Bisnis.com, JAKARTA – Penurunan kembali suku bunga acuan Bank Indonesia (BI-7DRR) diprediksi belum mampu dengan segera mendongkrak sektor properti.
Bank Indonesia (BI) menurunkan BI 7 days (reserve) repo rate (BI-7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 19 November lalu.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan penurunan BI-7DRR belum berdampak besar pada sektor properti hunian.
Hal ini karena dari sisi daya beli masyarakat masih tertekan. Faktor pemulihan sektor properti akan sangat ditentukan dari sisi demand, yaitu daya beli konsumen.
"Hingga bulan lalu, konsumen relatif masih menahan belanja barang tahan lama [perabot rumah tangga, furnitur, dan lain-lain]," ujarnya kepada Bisnis pada Selasa (24/11/2020).
Menurutnya, pertumbuhan harga properti komersial juga masih melambat dan itu menjadi tanda masih ada kendala sisi konsumsi. Namun, penurunan bunga memang diperlukan, salah satunya sebagai respons kebijakan moneter atas situasi masih lemahnya permintaan properti.
Baca Juga
Selain sisi demand properti belum pulih, lanjut Eko, kalangan perbankan kemungkinan masih melihat apakah tren perbaikan daya beli cukup stabil atau hanya sesaat.
"Meskipun tren pertumbuhan negatif mulai mengecil pada kuartal III, ada tren peningkatan pengangguran yang memukul daya beli konsumen, termasuk konsumen sektor properti," tuturnya.
Eko menilai apabila kasus terkendali, properti akan terdongkrak. Rata-rata konsumen properti komersial adalah kelas menengah atas yang sebagian masih ragu mengalirkan uangnya ke properti karena kasus Covid-19 belum terkendali.
"Sekadar contoh dari negara yang berhasil mengendalikan pandemi salah satunya China. Indeks real estat China sempat jatuh pada awal tahun, tetapi seiring dengan pengendalian wabah, indeksnya mulai membaik," ujarnya.