Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

UMKM Terintegrasi Global Value Chain Rentan Alami Penurunan Permintaan

Bank Pembangunan Asia (ADB) menyebut UMKM yang terintegrasi global value chain lebih banyak mengalami penurunan permintaan.
Pekerja memotret produk sepatu Prospero yang akan dipasarkan melalui platform digital di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (3/7/2020). Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika, sebanyak 9,4 juta UMKM sudah menggunakan atau memasarkan produknya melalui pasar e-commerce dan mendapatkan manfaat penggunaan teknologi digital untuk transaksi lintas batas./ANTARA FOTO-Adeng Bustomi
Pekerja memotret produk sepatu Prospero yang akan dipasarkan melalui platform digital di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (3/7/2020). Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika, sebanyak 9,4 juta UMKM sudah menggunakan atau memasarkan produknya melalui pasar e-commerce dan mendapatkan manfaat penggunaan teknologi digital untuk transaksi lintas batas./ANTARA FOTO-Adeng Bustomi

Bisnis.com, JAKARTA - Survei yang dilakukan oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) mengenai dampak pandemi terhadap dunia usaha di Indonesia menunjukkan bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terintegrasi global value chain (GVC) atau rantai nilai global lebih banyak mengalami penurunan permintaan dibandingkan dengan UMKM non-GVC.

Ekonom Senior ADB Shigehiro Shinozaku mengemukakan, dari 525 pelaku UMKM yang disurvei sebanyak 55,2 persen UMKM yang terintegrasi dalam GVC melaporkan penurunan permintaan domestik. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan 29 persen UMKM non-GVC yang melaporkan penurunan permintaan domestik.

“Penurunan permintaan di luar negeri pun lebih banyak terjadi di UMKM GVC, mereka melaporkan adanya penurunan pengiriman barang, gangguan rantai pasok dan pembatalan kontrak yang lebih dalam dari non-GVC,” kata Shinozaki dalam webinar Retailers Role in SMEs Access into Global Value Chain, Kamis (19/11/2020).

Penurunan permintaan dari luar negeri dialami oleh 34,5 persen UMKM dalam GVC, sementara jumlah UMKM non-GVC yang melaporkan penurunan adalah sebanyak 2,4 persen.

Penurunan permintaan ini pun berimbas terhadap pendapatan sektor UMKM. Secara umum, penurunan lebih dari 30 persen dalam dua bulan pertama dirasakan oleh 47,6 pelaku UMKM pada Maret. Sementara untuk usaha yang berhenti beroperasi mencapai 36 persen pada Maret dan menjadi 48,8 persen pada April.

“Hal ini menunjukkan bahwa penurunan mulai terjadi pada Maret dan semakin dalam pada April,” lanjutnya.

Penurunan pendapatan pun terjadi lebih banyak terjadi pada UMKM yang telah terintegrasi dalam GVC dibandingkan UMKM non-GVC. Komposisinya pun meningkat dari 48,3 persen unit usaha pada Maret menjadi 51,7 persen. Sementata penurunan pendapatan pada UMKM non-GVC cenderung berkurang dari Maret ke April, dari 48,8 persen usaha menjadi 48,6 persen.

Meski performa penjualan cenderung lebih tertekan selama pandemi, Shinozaki mengatakan bahwa UMKM GVC cenderung tidak mengurangi jumlah pekerja sebanyak UMKM non-GVC.

Dia mengemukakan hanya 48,3 UMKM GVC yang melakukan pengurangan pekerja, sementara pada UMKM non-GVC jumlahnya mencapai 61,9 persen dari total pelaku usaha yang disurvei. Selain itu, 3,5 persen UMKM dalam rantai nilai global juga masih melakukan rekrutmen saat pandemi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper