Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kinerja Ekspor Membaik, Tren Kinerja Dagang Bakal Positif

Momentum kinerja ekspor ini pun diperkirakan bakal terus berlanjut seiring dengan adanya faktor relokasi industri yang dilakukan sejumlah mitra dagang Indonesia seperti Amerika Serikat dan Jepang.
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja perdagangan Indonesia dipandang berada di jalur positif dengan ekspor kuartal ketiga yang terkontraksi 10,82 persen secara tahunan.

Kontraksi ini lebih rendah dibandingkan proyeksi Kementerian Perdagangan yang memperkirakan kontraksi berada di angka 13-15 persen dalam skenario terburuk.

“Performa ini cukup baik dan sustainable. Secara tahunan memang terkontraksi dan ini wajar tapi kalau dibandingkan proyeksi masih lebih baik. Dan saya perkirakan sampai akhir tahun kontraksinya akan berkurang. Ini suatu hal yang bisa kita andalkan,” kata ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi kepada Bisnis, Kamis (5/11/2020).

Ekspor Indonesia tercatat tumbuh 12,14 persen pada kuartal ketiga. Angka ini jauh lebih baik dibandingkan dengan kuartal kedua yang terkontraksi 12,83 persen. Sementara itu, impor tetap menunjukkan pertumbuhan negatif meski tak sedalam pada kuartal kedua yakni turun 0,08 persen di kuartal ketiga.

Fithra mengemukakan kinerja perdagangan internasional yang cukup terjaga dipengaruhi oleh dua hal. Dari sisi industri dalam negeri, dia menjelaskan bahwa industri manufaktur memperlihatkan perbaikan sejak terkontraksi cukup dalam selama Maret dan April ketika pembatasan sosial berskala besar diberlakukan untuk kali pertama.

Hal ini terlihat dari penurunan PMI pada Agustus ke September dari 45,3 pada Maret ke 27,5 pada April 2020.

“Selain itu pemerintah juga menyiapkan kebijakan nonfiskal untuk memudahkan impor bahan baku industri. Hal ini membuat kinerja industri dalam negeri terus membaik,” lanjutnya.

Selain faktor pendorong di dalam negeri, Fithra mengemukakan kinerja dagang ini turut dipengaruhi oleh sejumlah faktor eksternal seperti kondisi perekonomian China.

Negeri Panda menjadi segelintir negara di dunia yang berhasil menghindari resesi dan mencatatkan pertumbuhan ekonomi pada Q3 yang lebih baik dibandingkan Q2, yakni sebesar 4,9 persen.

“Tidak resesinya China menjadi penentu signifikan kinerja negara-negara Asia. Industri mereka tetap membutuhkan sejumlah bahan baku dan pemasoknya termasuk negara-negara Asia Tenggara,” jelas Fithra.

Meski neraca dagang Indonesia dan China masih memperlihatkan defisit, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ekspor migas dan nonmigas Indonesia ke China selama Januari-September naik 9,78 persen dari US$19,86 miliar menjadi US$21, 81 miliar.

Defisit pun menyusut 47,78 persen dari US$12,73 miliar pada 2019 menjadi US$6,65 miliar pada 2020.

Momentum kinerja ekspor ini pun dipandang Fithra bakal terus berlanjut seiring dengan adanya faktor relokasi industri yang dilakukan sejumlah mitra dagang Indonesia seperti Amerika Serikat dan Jepang.

Negara-negara tersebut telah menyatakan komitmen untuk merelokasi basis produksinya dari China dan membidik Indonesia sebagai salah satu destinasi pemindahan.

“Trump sudah menyatakan industri farmasi mereka untuk relokasi dari China, begitu pun Jepang yang telah menyiapkan anggaran khusus untuk relokasi. Jika berlanjut, ke depannya ekspor Indonesia bisa meningkat,” kata dia.

Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengemukakan bahwa perekonomian global telah memperlihatkan sinyal pemulihan. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi negara-negara Asean pada kuartal ketiga yang lebih baik dibandingkan dengan kuartal kedua, begitu pula di Amerika Serikat dan kawasan Eropa.

Airlangga pun menyebutkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia turut mendorong harga komoditas di tingkat global seperti CPO dan batu bara.

Kenaikan ini menjadi potensi tersendiri bagi ekspor Indonesia mengingat kontribusi kedua komoditas tersebut besar yakni 11,51 persen untuk batu bara dan 12,45 persen untuk kelapa sawit selama Januari-September 2020.

“Ini adalah salah satu andalan ekspor kita dan harga kelapa sawit yang membaik turut mendorong sektor pertanian yang tumbuh positif selama pandemi Covid-19,” ujar Airlangga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper