Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perindustrian menyatakan bahwa penurunan produksi industri minuman ringan disebabkan oleh pandemi Covid-19. Pasalnya, tingkat mobilitas konsumen akan berbanding lurus dengan volume produksi minuman ringan.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Abdul Rochim mengatakan bahwa pandemi Covid-19 membuat pihaknya sulit untuk memberi pembinaan pada pabrikan untuk meningkatkan produksi. Pasalnya, ujar Rochim, permintaan minuman ringan biasanya terkonsentrasi pada daerah wisata.
"Kalau makanan, orang beli [lalu] bisa bawa pulang. Kalau minuman, [umumnya] dikonsumsi langsung. Jarang minuman [dikonsumsi di rumah]," ujar Rochim kepada Bisnis, Kamis (27/10/2020).
Oleh karena itu, Rochim menilai perbaikan industri makanan akan jauh lebih cepat dari industri minuman. Menurutnya, performa industri minuman ringan belum akan kembali seperti 2019 pada tahun depan.
Asosiasi Minuman Ringan (Asrim) meramalkan volume produksi sampai akhir 2020 akan anjlok sekitar 12 persen—15 persen. Adapun, Rochim menilai industri minuman belum akan tumbuh lebih dari 7 persen pada 2021.
Adapun, performa negatif industri minuman ringan baru terjadi pada 2017 atau sebesar 3,89 persen pada 2007—2019. Maka dari itu, Asrim menilai performa produksi pada 2020 merupakan yang terburuk dalam 13 tahun terakhir.
Baca Juga
Sebelumnya, Kemenperin memperkirakan industri mamin akan tumbuh hingga 9 persen pada akhir 2020 atau lebih tinggi dari realisasi 2019 yakni 7,9 persen. Namun, Kemenperin terpaksa menurunkan proyeksi tersebut ke level 4 persen karena pandemi Covid-19.
"Sampai akhir tahun mungkin sekitar 3 persen karena beberapa kali kunjungan [ke pabrikan], industri mamin [sudah merasakan] rebound pada Juni 2020. Melihat itu, mudah-mudahan [tumbuh] 3 persen, mungkin tidak 4 persen," ujar Rochim.