Bisnis.com, JAKARTA - Peneliti INDEF, Heri Ahmad Firdaus meminta pemerintah memperhatikan kondisi industri hasil tembakau sebelum menetapkan tarif cukai hasil tembakau (CHT).
Heri berpandangan, seandainya informasi kenaikan cukai sebesar 17 persen berasal dari sumber resmi pemerintah, sudah pasti kenaikan cukai 17 persen tentu cukup besar, meskipun lebih rendah dari tahun sebelumnya 23 persen pada tahun 2020.
"Sebaiknya pemerintah lebih mempertimbangkan kinerja IHT pada 2020 ini. Terlebih saat ini sedang di tengah pandemi Covid-19," kata Heri dalam keterangan resminya, Senin (26/10).
Heri mengatakan, IHT adalah industri penyumbang terbesar terhadap penerimaan cukai, hingga mencapai 96 persen. Bahkan, dalam 15 tahun terakhir, realisasi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) selalu melebihi target yang dicanangkan.
"Meskipun IHT nasional punya ukuran industri yang lebih kecil dibandingkan industri lainnya, namun sumbangan terhadap penerimaan negara sangat besar," ujarnya.
Oleh karenanya, Heri mendorong pemerintah perlu mengevaluasi efektifitas formulasi kebijakan dan struktur cukai hasil tembakau, utamanya efektifitas aspek pengendalian (kesehatan), tanpa harus mengorbankan aspek ekonomi (tenaga kerja, penerimaan dan kinerja industri).
Baca Juga
Menurut Heri, salah satu alternatif formula kebijakan cukai hasil tembakau yang berkeadilan adalah mengakomodasi berbagi pemangku kepentingan secara proporsional di dalam cukai hasil tembakau. Antara lain memasukan komponen yang menjadi representasi kepentingan pada perhitungan tarif dan struktur CHT.
"Diantaranya harga jual eceran (HJE), penyerapan tenaga kerja, jenis hasil tembakau, jumlah produksi per tahun, nilai budaya dan kekhasan, serta TKDN," tukasnya.