Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Hendra Sugandhi

Sekretaris Jendral Asosiasi Tuna Indonesia

Hendra Sugandhi saat ini menjabat sebagai Sekretaris Jendral Asosiasi Tuna Indonesia. Dia juga sebagai Managing Director at PT Tritunggal Segara Indonesia

Lihat artikel saya lainnya

Mercusuar Perikanan Tuna: Data Stok harus Diupdate

Kesenjangan antara data potensi, kapasitas penangkapan, produksi dan volume ekspor perikanan perlu segera dibenahi secara serius. Harus ada keberanian dan kemauan yang kuat untuk pembenahan data perikanan yang keliru.
Investor asal Yordania Mr Iyad Al Shorafa melalui perusahaanya PT Tasali Jordan Trading, berkeinginan membeli ikan tuna fresh great C asal Gorontalo, dengan jumlah 25 ton setiap harinya./ANTARA
Investor asal Yordania Mr Iyad Al Shorafa melalui perusahaanya PT Tasali Jordan Trading, berkeinginan membeli ikan tuna fresh great C asal Gorontalo, dengan jumlah 25 ton setiap harinya./ANTARA

Rencana Pengelolaan Tuna Cakalang Tongkol (RPP-TCT) yang telah disahkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 107/Kepmen-KP/2015 akan direvisi dalam waktu dekat dalam rangka penyesuaian dan pemutakhiran data status sumber daya ikan tersebut.

Selain itu untuk menetapkan substansi isu dan permasalahan pengelolaan perikanan terkini, sekaligus membuat rencana strategis pengelolaan TCT untuk periode lima tahun ke depan. Dalam RPP-TCT potensi dan tingkat pemanfaatan TCT ditetapkan berdasarkan wilayah pengelolaan dan jenis ikan.

Estimasi potensi ditetapkan berdasarkan data terbaik yang dapat diperoleh dari Regional Fisheries Management Organization (RFMO) dan atau Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Estimasi potensi stok ikan seharusnya dibedakan antara potensi stok ikan di wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia (WPP-NRI) dan di laut lepas mengingat zonasi penangkapannya berbeda. Ini sama halnya mengapa kita juga memisahkan estimasi potensi sumber daya ikan di 11 WPP-NRI. Pemahaman estimasi potensi berdasarkan zonasi ini yang seharusnya disinkronisasi terlebih dahulu sebelum RPP-TCT disahkan revisinya.

Jika semua pihak sepakat membagi zonasi penangkapan berdasarkan WPP, seharusnya dilakukan kajian estimasi stok ikan di setiap WPP-NRI sebagai dasar pedoman pengelolaan sumber daya ikan, baik di wilayah teritorial yang merupakan kedaulatan maupun di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), hak berdaulat kita sebagai negara pantai.

Berdasarkan hukum maritim internasional semua hak dan kewajiban untuk mengeksploitasi dan mengelola sumber daya di dalam ZEE berada di bawah kendali negara pantai secara eksklusif.

Jadi, jelas bahwa negara lain tidak berhak memanfaatkan sumber daya alam di ZEEI tanpa izin dari Indonesia, sehingga estimasi stok ikan di teritorial dan ZEE seharusnya dilakukan oleh kita sendiri, sedangkan kajian estimasi potensi stok ikan tuna digunakan oleh RFMO sebagai pedoman untuk mengelola sumber daya ikan di laut lepas.

Mengacu pada Kepmen KP 45/2011, estimasi potensi ikan pelagis besar (ikan berkelompok, termasuk tuna besar dan lainnya) jumlahnya mencapai 1.145.400 ton. Dibandingkan dengan Kepmen KP 47/2016 maka angka potensi ikan pelagis besar naik 53,99% menjadi 2.489.741 ton.

Jika dibandingkan dengan Kepmen KP 50/2017 maka angka potensi ikan pelagis besar naik sangat fantastis menjadi 3.233.300 ton. Kenaikannya mencapai 182,3% (2.087.900 ton, belum termasuk tuna dan cakalang). Namun anomalinya status tingkat pemanfaatan ikan pelagis besar ternyata dalam status fully-exploited (82%) dan over-exploited (18%) di semua WPP-NRI.

Dalam Kepmen KP 45/2011 angka potensi stok ikan pelagis besar termasuk tuna besar terdiri dari Cakalang, Albakora, Madidihang, Mata Besar, dan SBT (Southern Bluefin Tuna) lengkap dengan tingkat status tingkat pemanfaatannya. Adapun dalam Kepmen KP 50/2017 estimasi potensi ikan pelagis besar justru tidak termasuk tuna dan cakalang.

Perbedaan kajian stok ikan pelagis besar ini seharusnya menjadi salah satu fokus utama dalam revisi RPP-TCT, karena angka potensi stok ini yang akan menjadi pedoman. Ibarat mercusuar yang akan menentukan arah kebijakan pengelolaan perikanan TCT.

Oleh karena itu sebaiknya dilakukan pemutakhiran data stok setiap jenis ikan tuna dalam bentuk kuantitatif di setiap WPP-NRI. Analisis tren kenaikan dan penurunan catch per unit effort (CPUE) seharusnya juga dapat digunakan sebagai indikator kelimpahan ikan.

Selain menentukan alokasi sumber daya TCT yang berkelanjutan, tidak kalah pentingnya adalah mengimplementasikan kebijakan untuk menentukan kapasitas penangkapan, jumlah kapal, total gross tonnage (GT), jenis alat tangkap, target produksi, dan volume ekspor.

Untuk kepentingan analisis, kita asumsikan kenaikan estimasi potensi TCT saat ini mengacu pada estimasi kajian Komnas Kajiskan yang terakhir. Ikan pelagis besar, anggap saja termasuk tuna dan cakalang 3.233.300 ton dibandingkan dengan volume produksi tuna 2018 sejumlah 1.288.267 ton (39.84%), masih jauh dari jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) 2.586.641 ton. Kapasitas penangkapan tuna dan cakalang nasional 211.056 ton, angka ini termasuk kapal di atas 30 GT (izin pusat) dan di bawah 30 GT (izin provinsi dan Bukti Pencatatan Kapal Perikanan).

Jika data hasil tangkapan tuna dibandingkan dengan kapasitas penangkapan tuna, produktivitasnya fantastis mencapai 610,39%. Jika data produksi TCT dibandingkan dengan volume ekspor tuna, kesenjangannya lebih besar lagi, yakni mencapai 1.104.137 ton (85,7%), padahal ini termasuk volume impor tuna 28.000 ton.

Kapasitas penangkapan ikan tuna lebih mendekati angka volume ekspor tuna, selisihnya masuk akal karena rendemen sebagian hasil tangkapan ikan tuna diproses lebih lanjut untuk memproduksi produk tuna yang bernilai tambah.

Kesenjangan antara data potensi, kapasitas penangkapan, produksi dan volume ekspor perikanan perlu segera dibenahi secara serius. Harus ada keberanian dan kemauan yang kuat untuk pembenahan data perikanan yang keliru. Mulailah dengan perbaikan yang serius di WPP prioritas percontohan, sehingga kelak dapat diduplikasi di WPP-NRI lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hendra Sugandhi
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper