Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PAD Terkontraksi Hampir 20 Persen, UU Ciptaker Membayangi Daerah

Kinerja PAD September terkontraksi sebesar 19,8 persen dibandingkan tahun lalu yang tembus di angka Rp202,8 triliun. Kedepannya, UU Cipta Kerja mewajibkan setiap kebijakan pemda selaras dengan keinginan dan kebijakan fiskal nasional. Bagaimana nasib PAD?
Pengelola parkir meter menujukkan mesin kasir untuk parkir meter di Bekasi, Jawa Barat, Senin (28/9). Pemkot Bekasi berencana menerapkan parkir meter melalui sistem pembayaran mesin kasir berjalan yang berpotensi menghasilkan pendapatan asli daerah sebesar Rp1,06 miliar per tahun./Antara
Pengelola parkir meter menujukkan mesin kasir untuk parkir meter di Bekasi, Jawa Barat, Senin (28/9). Pemkot Bekasi berencana menerapkan parkir meter melalui sistem pembayaran mesin kasir berjalan yang berpotensi menghasilkan pendapatan asli daerah sebesar Rp1,06 miliar per tahun./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Selain ancaman pandemi, optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD) juga terancam dengan penerapan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) yang banyak memperlemah kewenangan daerah.

Data Kementerian Keuangan menunjukkan realisasi PAD sampai September 2020 senilai Rp162,6 triliun atau 69,3 persen dari target senilai Rp234,8 triliun.

Kinerja PAD tersebut terkontraksi sebesar 19,8 persen dibandingkan dengan realisasi pada September 2019 yang tembus di angka Rp202,8 triliun.

"Realisasi PAD tertekan karena penurunan penerimaan pajak yang terkait dengan mobilitas dan konsumsi penduduk," tulis paparan Kemenkeu yang dikutip Bisnis, Selasa (20/10/2020).

Adapun penurunan kinerja pnerimaan pajak daerah mencakup penerimaan pajak hotel, pajak restoran, pajak kendaraan bermotor, pajak, bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).

PAD sendiri merupakan bentuk dari proses desentralisasi fiskal dan kerap menjadi tolok ukur untuk menilai kemandirian fiskal suatu daerah. Dalam konteks ini merujuk ke UU No.33/2004, PAD dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah (perda).

Namun demikian, dalam RUU Ciptaker yang disahkan DPR belum lama ini kewenangan pemda dalam mengoptimalkan pendapatan daerah terancam oleh intervensi pemerintah pusat.

Pasalnya, lewat UU ini setiap kebijakan pemda harus selaras dengan keinginan dan kebijakan fiskal nasional yang menjadi kewenangan menteri keuangan.

Menjawab hal itu, Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti menegaskan bahwa substansi tentang penyesuaian tarif dan pengawasan di UU Cipta Kerja ini dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dan harmonisasi kebijakan.

"Aturan mana terkait jenis pajak dan retribusi daerah yang akan disesuaikan secara nasional terutama yang implementasinya berbeda-beda di setiap daerah," jelasnya.

Dalam catatan Bisnis, ketergantungan daerah terhadap pusat masih sangat tinggi. Hal ini tampak dari porsi dana transfer dan dana desa yang lebih besar dibandingkan dengan PAD maupun pendapatan daerah lainnya.

Tahun ini misalnya, dari total target pendapatan daerah senilai Rp1.059,4 triliun 66,5 persen atau Rp704,67 triliun merupakan dana yang ditransfer dari pusat ke daerah. Sementara itu, porsi PAD dan pendapatan lainnya masing-masing sebesar 22,1 persen dan 11,3 persen.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper