Bisnis.com, JAKARTA - Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) ataupun kajian reformasi sistem keuangan dinilai belum mendesak di tengah pandemi Covid-19.
Justru, hal yang paling mendesak adalah Perppu penanganan Covid-19. Pasalnya, Covid-19 merupakan sumber pemicu masalah di ekonomi keseluruhan, termasuk sistem keuangan.
Ekonom Senior Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengatakan sektor keuangan saat ini masih dalam kondisi yang sehat.
Bahkan pada Agustus 2020, dana pihak ketiga di perbankan mencapai pertumbuhan di atas 10 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), sementara kredit hanya tumbuh sekitar 1 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa likuiditas di perbankan sangat berlebih, tercermin dari rasio dana terhadap kredit yang rendah.
"Kuncinya bukan di sektor keuangan, kuncinya mengatasi Covid-19, yang [harus] dipentingkan bukan Perppu macam-macam, tapi Perppu mengatasi Covid-19 secara tuntas, diperlukan panglima perang yang sigap," katanya dalam Diskusi Online Indef, Kamis (1/10/2020).
Baca Juga
Faisal mengatakan, pemerintah hingga saat ini masih belum memiliki jangka pendek, menengah, dan panjang dalam hal penanganan Covid-19. Pemerintah hanya mengandalkan ketersediaan vaksin yang dinilau belum pasti ada pada akhir tahun atau awal 2021.
"Ayo atasi virus ini dengan membuat Perppu yang menunjukkan kita sudah darurat," tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi mengatakan kajian reformasi sistem keuangan tidak tepat jika dilakukan saat ini karena persoalan utama ada pada penanganan Covid-19.
"Dari simulasi yang kami lakukan, rebound [ekonomi] akan sangat bergantung pada faktor kesehatan," jelasnya.
Menurutnya, pemerintah berniat mengeluarkan Perppu reformasi sistem keuangan karena kebutuhan pembiayaan akan sangat besar untuk ekonomi bisa kembali pulih.
Pembiayaan yang besar memang perlu dilakukan, namun kata Fithra, tidak aka efisien jika penanganan Covid-19 oleh pemerintah masih belum membaik.