Bisnis.com, JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR kembali menggelar pemaparan tim ahli atas penyusunan amandemen Undang-Undang (RUU) tentang Bank Indonesia (BI).
Menariknya, dalam rapat tersebut sejumlah anggota DPR justru mengkritisi substansi dalam beleid tersebut. Salah satunya adalah anggota Baleg dari Fraksi PDI Perjuangan Arteria Dahlan.
"Masak kita tega sih bikin undang-undang hanya untuk menggusur dewan gubernur, dzalim kita pak," kata Arteria, Kamis (17/9/2020).
Tak hanya Arteria, anggota Baleg lainnya Andreas Eddy Susetyo, juga menekankan bahwa amandemen UU BI ini tak bisa dilepaskan dengan kebijakan lainnya terkait dengan UU No.2/2020 maupun UU lainnya yang terkait dengan sektor keuangan.
Ketentuan ini tidak di atur dalam UI BI existing. Namun demikian, menurut Andreas, untuk menyelesaikan persoalan itu, bukan UU BI yang diamandemen melainkan penguatan sektor keuangan.
"Kalau memang kita mau membantu bangsa dan negara, maka yang harus dibuat adalah omnibus UU sektor keuangan," jelasnya.
Baca Juga
Omnibus ini nanti akan merivisi UU BI, UU OJK, UU LPS, dan UU PPKSK secara bersamaan. "Ini baru menyelesaikan masalah. Jadi tidak bisa hanya BI sendiri," terangnya.
Sebelumnya, Bekas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Anggito Abimanyu memberikan tanggapan terkait amandemen Undang-Undang (UU) Bank Indonesia (BI).
Anggito mengusulkan supaya fungsi pengaturan perbankan berada di bawah kewenangan bank sentral. Sementara fungsi pengawasan tetap dijalankan oleh Otoritas Jasa Keuangan atau OJK.
"Saya mengusulkan OJK diubah menjadi Lembaga Pengawasan Jasa Keuangan (LPJK), sedangkan pengaturan dijadikan satu di bawah BI," kata Anggito Abimanyu saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Badan Legislasi (Baleg) DPR, Selasa (15/9/2020).
Rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang digelar Baleg DPR tersebut terkait dengan proses amandemen UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia. Selain Anggito, RDPU tersebut juga menghadirkan akademisi sektor keuangan syariah UIN Yogyakarta.
Adapun secara rinci, Anggito juga memaparkan enam masukannya terkait amandemen UU BI. Pertama, amandemen UU BI seharusnya dilakukan melalui proses amandemen bukan Perppu supaya lebih transparan.
Kedua, perubahan UU itu juga harus dilihat dalam konteks reformasi pengelolaan makroekonomi yang sesuai dengan kondisi terkini. Ketiga, amandemen UU BI tidak saja untuk mendorong stabilitas makro, tetapi juga dukungan bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan penciptaan lapangan kerja.
Keempat, penguatan kelembagaan BI memungkinkan BI berperan dalam pengelolaan likuiditas makro, pembiayaan APBN (dalam hal terjadi krisis keuangan), dan pengaturan sektor jasa keuangan.
Kelima, pengaturan sektor keuangan oleh BI memungkinan OJK fokus ke pengawasan sektor jasa keuangan. Keenam, hubungan koordinasi antara BI dan pemerintah dalam pengelolaan ekonomi makro dalam tata kelola kelembagaan permanen.