Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

‘Saya Belum Melihat Pemerintah Panggil Konglomerat & CEO Perusahaan Besar’

Elvyn G. Masassya: Harusnya para konglomerat diwajibkan membuat ekonomi gotong royong dalam ekosistem serta harus bekerja sama dengan UMKM.
Elvyn G. Masassya./JIBI-Nurul Hidayat
Elvyn G. Masassya./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Pandemi Covid-19 menghantam pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 2,97 persen pada kuartal I/2020 menjadi terkontraksi 5,32 persen pada kuartal II/2020. Daya beli masyarakat menurun, UMKM terpuruk, dan tenaga kerja banyak terkena pemutusan hubungan kerja. Lantas, apa yang mesti dilakukan pemerintah dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan ini. Berikut rangkuman wawancara bersama dengan Elvin G. Masassya, Chairman Financial Intelligence, pekan ini.

PERTUMBUHAN EKONOMI
PERTUMBUHAN EKONOMI

Menurut Anda, bagaimana cara untuk memulihkan kondisi saat ini?

Dalam perspektif saya, sebelum mencapai mekanisme recovery, kita harus faham dulu apa itu tujuan negara dan apa itu resesi dan seterusnya.Sederhananya begini. Sebuah negara itu berkeinginan untuk sejahtera. Persyaratan untuk sejahtera itu ada tiga faktor utama, yaitu, pertama, rakyatnya harus sehat; kedua, rakyatnya harus pintar; dan ketiga, rakyatnya harus berpenghasilan.

Oleh karena itu, persyaratan utama untuk recovery ekonomi yang mengalami resesi adalah dengan menyelesaikan dahulu masalah Covid-19-nya. Untuk itu harus dilakukan dengan at all cost. Percuma kita mencari jalan keluar untuk ekonomi kalau masalah kesehatannya tidak selesai karena tidak akan optimal. Kalau kita mau recovery, tidak bisa bertumpu pada masyarakat atau swasta. Pemerintah harus hadir. Pemerintah harus melakukan segala cara untuk involve untuk recovery ekonomi.

Seperti apa konkretnya?

Kita kan tahu bahwa penurunan pendapatan negara karena consumption masyarakat turun. Penurunan itu terjadi karena daya beli turun. Maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah, naikkan lagi demand ini. Naikkan lagi daya beli untuk itu masyarakat harus punya pendapatan.

Pemerintah harus transfer money ke masyarakat. Apakah itu melalui bantuan langsung tunai, apakah melalui pola lain. Intinya harus ada money transfer dari pemerintah ke masyarakat. Ini artinya kebijakan pemerintah tidak bisa hanya dari sisi fiskal atau moneter, tapi multi-policies. Artinya, ada berbagai kebijakan yang ditautkan untuk bisa mendorong demand masyarakat. Jika demand masyarakat sudah ada, tentu produksi meningkat. Kalau produksi meningkat, lapangan pekerjaan akan muncul. Lapangan pekerjaan muncul, pendapatan diperoleh. Begitulah dia berputar seterusnya.

Tadi Anda mengatakan bahwa harus ada transfer uang dari pemerintah ke masyarakat, bagaimana caranya?

Pertama, lakukan fiscal expantion, yaitu pemerintah mengeluarkan uang sedemikian rupa kepada masyarakat secara langsung. Bukan kontraksi. Bukan malah meminta atau menaikkan pajak. Dalam situasi resesi pajak itu harus seminimal mungkin, bahkan kalau perlu ditunda. Supaya ada uang di masyarakat untuk mereka punya demand.

Dari mana dana untuk mendapatkan fiscal expantion itu? Ada dua jurus. Paling lazim adalah pemerintah bisa mencetak uang atau pemerintah berutang. Namun, hati-hati dalam memilih cetak uang karena akan memicu masalah baru yang lebih besar. Uang beredar yang terlalu banyak dari mencetak uang akan menyebabkan inflasi. Ini berbahaya! Saya lebih cenderung pemerintah berutang. Tidak ada salahnya berutang untuk mendorong perekonomian. Tinggal persoalannya, berutang kepada siapa.

Nah, ini, tentu Anda memiliki pandangan, seperti apa kira-kira?

Saya punya pemikiran yang agak berbeda. Pilihan berutang dalam kondisi saat ini seharusnya kepada masyarakat. Di Indonesia ada 280.000 orang yang uangnya di bank di atas Rp2 miliar, yakni dari Rp2 miliar hingga trilunan rupiah. Artinya masyarakat ini tidak terkena dampak resesi. Dia masih punya tabungan yang sangat besar.

Oleh karena itu, pilihan berutang ke masyarakat harus bersifat mandatory. Konkretnya, pemerintah menerbitkan surat utang, lalu dibeli oleh masyarakat sesuai kemampuannya. Misal, orang yang berpendapatan tetap Rp10 juta, bisa memakai 10 persennya untuk membeli surat utang. Kalau pendapatan Rp100 juta, maka 10 persennya atau Rp10 juta untuk membeli surat utang. Secara progresif, begitu terus-menerus.

Dengan cara ini pemerintah akan dapat mengumpulkan uang dalam jumlah cukup banyak dari masyarakat. Dan, bagi masyarakat manfaatnya, mereka yang membeli surat utang itu bisa membayar dengan offset pajak, tapi nanti, 3 tahun lagi ketika ekonomi sudah mulai kembali pulih, perkiraan pada 2023 atau 2024. Lewat cara ini masyarakat akan sukarela untuk membeli surat utang pemerintah. Dengan demikian, pasokan uang ke masyarakat, sebenarnya bersumber dari dana masyarakat juga.

Ini semacam cross subsidy dari masyrakat mampu kepada masyarakat tidak mampu. Cross subsidy tidak diperoleh secara gratis melainkan pemerintah berutang kepada masyarakat. Setelah pemerintah memiliki uang, tentu ini harus dipasok ke masyarakat apakah dalam bentuk BLT bagi masyarakat tidak mampu.

Kita tahu dunia usaha terpuruk akibat Covid-19, tidak terkecuali sektor UMKM. Apa yang harus dilakukan agar sektor ini tetap hidup?

Agar UMKM bergerak kembali, dia harus dipasok fresh money. Sumber untuk pemasokan dana itu bisa diambil dari dana penerbitan surat utang atau bisa juga dari perbankan. Tentu dengan bunga kredit yang sangat murah. Bunga yang sangat murah ini saya sebut sharing pain dari perbankan. Kelak, jika UMKM bergerak, perbankan juga akan menikmati hasilnya.

Berikutnya, saya ada pemikiran untuk transformasi model ekonomi Indonesia. Orientasi yang awalnya pada pertumbuhan, harus bergeser ke pemerataan. Artinya, kesempatan berusaha. Akses untuk berusaha diberikan kepada semua pihak.

Contoh konkret, selama ini yang bisa mendapatkan akses bisnis besar hanya konglomerat. Harusnya para konglomerat itu diwajibkan membuat ekonomi gotong royong dalam ekosistem. Konglomerat harus kerja sama dengan UMKM sebagai vendor, peran UMKM sebagai supplier. Dia menjadi satu mata rantai pasokan dalam ekosistem. Sekarang kan tidak. Konglomerat mendapat pasokan dari anak usahanya, vendornya juga. Dia menjadi suatu grup yang besar. Lewat transformasi mengubah model tadi sehingga UMKM bisa bermitra dengan konglomerat.

Tenaga Kerja
Tenaga Kerja

Satu hal lagi yang menjadi dampak Covid-19 adalah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). Apa pendapat Anda?

Bagi masyarakat yang terkena PHK atau tidak bekerja lagi, pemerintah harus mengoptimalkan lembaga-lembaga yang dimilikinya. Salah satu lembaga yang belum optimal perannya dalam membantu mengatasi resesi adalah BPJS Ketenagakerjaan. Saya melihat, inilah saatnya bagi BPJS Ketenagakerjaan membuat suatu program baru yang bernama unemployment benefit. Misalnya, seorang yang kena PHK, dulu ada JHT (jaminan hari tua). Menurut saya tidak perlu sampai ambil JHT-nya, orang yang kena PHK itu diberi bantuan per bulan selama satu atau dua tahun. Dia bisa menghidupi hidup kesehariannya. Nanti, manakala ekonomi sudah pulih, dia bisa bekerja lagi.

Sekarang, orang ambil JHT-nya, lalu habis, dan tetap menjadi pengangguran terus. Oleh karena itu, pemerintah harus optimalkan lembaga-lembaga yang selama ini punya peran dalam kesejahteraan masyarakat. Saat ini belum ada regulasi tentang ini. Ini merupakan pemikiran baru agar BPJS Ketenagakerjaan punya peran untuk membantu negara mengatasi dampak resesi.

Terakhir, agar semua ini semua bisa tereksekusi dengan baik, apa yang mesti dilakukan?

Saya belum melihat pemerintah memanggil konglomerat dan CEO-CEO perusahaan besar harusnya mereka dipanggil diminta komitmennya untuk menjalankan solusi gotong royong ini. Jadi tidak nya menerbitkan regulasi, tapi panggil para pelaku usaha itu. Kemudian kasih mereka arahan untuk bisa ikut serta dalam recovery ekonomi  melalui program gotong royong tadi.

Mungkin policy yang saya tawarkan ini tidak terlalu populer, tapi dalam keadaaan yang tidak biasa, kita tidak bisa mengatasi dengan cara biasa. Selama ini kita punya banyak kebijakan, tapi problemnya di eksekusi. Nah, agar eksekusi berjalan baik, panggil konglomerat dan CEO perusahaan besar minta komitmennya menjalankan gotong royong, serta optimalkan lembaga yang ada. Salah satunya BPJS Ketenagakerjaan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Zufrizal
Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper