Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sudah Diteken Airlangga, Dua Aturan RPP PNBP Tunggu Restu Presiden

Dua RPP yang dimaksud adalah RPP Keberatan, Keringanan dan Pengembalian serta RPP Pengelolaan PNBP.
Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menunjukkan bukti e-Filling SPT yang telah diisi kepada wartawan di Gedung Mar'ie Muhammad, Kemenkeu, Jakarta, Selasa (10/3/2020).
Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menunjukkan bukti e-Filling SPT yang telah diisi kepada wartawan di Gedung Mar'ie Muhammad, Kemenkeu, Jakarta, Selasa (10/3/2020).

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah segera menyelesaikan empat aturan turunan Undang-Undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang baru. Empat aturan turunan akan diterbitkan dalam Peraturan Pemerintah (RPP) diharapkan selesai tahun ini.

Direktur PNBP Kementerian dan Lembaga Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Wawan Sunarjo mengatakan bahwa empat beleid itu sudah selesai dibahas panitia antar kementerian.

"Dua RPP sedang dalam proses paraf Menkeu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk bisa dinaikkan ke presiden untuk ditetapkan," kata Wawan Sunarjo kepada Bisnis, Kamis (10/9/2020).

Dua RPP yang dimaksud adalah RPP Keberatan, Keringanan dan Pengembalian serta RPP Pengelolaan PNBP. Sementara, dua RPP lainnya yakni RPP Tata Cara Penetapan Tarif PNBP dan RPP Pemeriksaan PNBP sudah diserahkan Menteri Keuangan ke Presiden Joko Widodo.

"Ini untuk proses [pembahasan] lebih lanjut," imbuhnya.

Wawan menyebut dengan progres pembahasan keempat beleid, seharusnya aturan turunan tersebut bisa segera diterapkan tahun ini. Namun, menurutnya hal itu tergantung pihak istana yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan keempat aturan pelaksana UU PNBP terbaru.

"Secara prinsip bisa, tergantung presiden yang tanda tangan;" jelasnya.

Dalam catatan Bisnis, pemerintah menargetkan 4 aturan turunan dari UU PNBP bisa diselesaikan kurang dari 2 tahun.

Seperti diketahui, UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak telah berlaku selama kurang lebih 21 tahun. UU tersebut sudah memberikan kontribusi dalam pembangunan nasional, baik melalui fungsi budgetary maupun regulatory.

Adapun beberapa penyempurnaan pokok dalam UU PNBP mencakup pengelompokkan objek, pengaturan tarif, tata kelola, pengawasan, dan hak Wajib Bayar.

Untuk kategori pertama, objek PNBP dikelompokkan dalam enam klaster, yaitu pemanfaatan sumber daya alam, pelayanan, pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan (KND), pengelolaan barang milik negara, pengelolaan dana, dan hak negara lainnya.

Pengklasteran ini digunakan sebagai pedoman untuk menetapkan jenis dan tarif PNBP guna mengoptimalkan penerimaan negara yang berasal dari PNBP dengan tetap memperhatikan karakteristik masing-masing objek PNBP, prinsip keadilan, dan menjaga kualitas layanan pada masyarakat.

Kedua, pengaturan tarif PNBP mempertimbangkan dampak pengenaan tarif terhadap masyarakat, dunia usaha, pelestarian alam dan lingkungan, sosial budaya, serta aspek keadilan, termasuk penguatan landasan hukum dalam rangka pemberian kebijakan pengenaan tarif sampai dengan Rp0,00 atau 0 persen untuk kondisi tertentu.

Kebijakan tersebut antara lain ditujukan untuk masyarakat tidak mampu, pelajar/mahasiswa, penyelenggaraan kegiatan sosial, usaha mikro, kecil, dan menengah, kegiatan keagamaan. kegiatan kenegaraan, dan keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar.

Di samping itu, penetapan jenis dan tarif PNBP memungkinkan dilakukan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK), khususnya untuk tarif atas layanan PNBP yang bersifat dinamis, dalam rangka menjaga kualitas pelayanan dan untuk percepatan penyesuaian terhadap nilai wajar dan harga pasar.

Ketiga, penyempurnaan tata kelola PNBP antara lain pengaturan kewajiban Instansi Pengelola PNBP untuk melakukan verifikasi dan pengelolaan piutang, serta pemanfaatan teknologi dalam rangka pengelolaan PNBP untuk peningkatan layanan dan efisiensi.

Keempat, penguatan fungsi pengawasan dilaksanakan dengan melibatkan aparat pengawas intern pemerintah, sehingga dapat meminimalkan pelanggaran atas keterlambatan atau tidak disetomya PNBP ke Kas Negara oleh Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, dan Mitra Instansi Pengelola serta penggunaan langsung di luar mekanisme APBN oleh Instansi Pengelola PNBP.

Kelima, penyempurnaan ketentuan yang terkait dengan hak Wajib Bayar antara lain pemberian keringanan berupa penundaan, pengangsuran, pengurangan, dan pembebasan dengan memperhatikan kondisi di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar, kesulitan likuiditas, dan kebijakan pemerintah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper