Bisnis.com, JAKARTA - Institut Kajian Strategis (IKS) Universitas Kebangsaan RI memperkirakan perekonomian Indonesia akan mengalami inflasi sebesar 2,5 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) sejalan dengan lemahnya sisi permintaan.
Peneliti Ekonomi Senior IKS Eric Alexander Sugandi mengatakan sebelumnya IKS memproyeksi tingkat inflasi tahun ini akan sebesar 3,0 persen yoy. Namun, pada 2021 inflasi tetap diperkirakan sebesar 4,5 persen yoy.
"Dengan memperhitungkan IKS merevisi proyeksi angka inflasi pada 2020 ke 2,5 persen yoy, dari sebelumnya 3,0 persen yoy," katanya melalui keterangan resmi yang dikutip Bisnis, Senin (7/9/2020).
Sebagaimana diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2020 terjadi deflasi sebesar 0,05 persen secata month-to-month (mtm) atau inflasi sebesar 1,32 persen yoy.
Deflasi pada Agustus ini terjadi karena kombinasi dari peningkatan pasokan barang dan jasa selama pemberlakuan adaptasi kebiasaan baru dan masih lemahnya permintaan barang dan jasa oleh rumah-rumah tangga.
Bank Indonesia pun memperkirakan deflasi pada September akan berlanjut, yaitu sebesar 0,01 persen mtm. Sementara itu, inflasi pada September 2020 secara tahun kalender sebesar 0,92 persen ytd dan secara tahunan sebesar 1,46 persen yoy.
Penyumbang utama deflasi diperkirakan berasal dari komoditas daging ayam ras sebesar -0,05 persen (mtm), bawang merah sebesar -0,03 persen (mtm), cabai merah dan telur ayam ras masing-masing sebesar -0,02 persen (mtm).
Selain itu, beberapa komoditas lainnya, seperti cabai rawit, jeruk, dan emas perhiasaan juga menyumbang deflasi dengan masing-masing sebesar -0,01 persen (mtm).
Di sisi lain, komoditas penyumbang inflasi di antaranya bawang putih dan minyak goreng masing-masing sebesar 0,01 persen mtm.