Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Badan Usaha Milik Negara Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memproyeksikan dividen perusahaan-perusahaan pelat merah untuk tahun buku 2020 bakal merosot hingga 90 persen.
Menurut Erick, hampir seluruh BUMN terdampak pandemi Covid-19 sehingga sulit mencapai target kinerja yang telah ditetapkan. Walhasil, kinerja tahun ini akan berpengaruh pada pendapatan negara dari dividen BUMN pada tahun depan.
“BUMN itu 90 persen kena, hanya sekitar 10 persen yang sustain,” ujarnya dalam sesi diskusi daring, Kamis (2/7/2020) malam.
Dia menyebut sebagian kecil dari perusahaan pelat merah yang berhasil bertahan dari badai pandemi antara lain PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Kimia Farma, PT Biofarma, dan PT Perkebunan Nusantara, khususnya di bidang sawit.
“Sisanya drop, misalnya Kereta Api itu revenue dia drop 90 persen. Airport kita juga sama, flow passenger turun jauh,” imbuh Erick.
Di sisi lain, Erick menyatakan key performance index (KPI) untuk BUMN tetap mengacu pada dividen yang mampu mereka berikan kepada pemerintah. Sebab, dana tersebut akan menjadi pemasukan negara yang kemudian dapat disalurkan untuk kepentingan masyarakat.
Dia memproyeksikan seiring dengan anjloknya pendapatan mayoritas BUMN, kinerja keuangan mereka juga akan terganggu untuk tahun buku 2020 dan otomatis dividen yang dibagikan ke negara 2021 nanti akan menurun.
“Tahun ini Rp43 triliun kita punya dividen. Tadinya saya optimis di 2021 bisa meningkat, ternyata dengan adanya Covid, I’ll be very happy kalau bisa 25 persen saja dari tahun ini. Kira-kira Rp10—Rp15 triliun lah,” ujar Erick.
Menurutnya, banyak tantangan yang membuat BUMN sulit bergerak di saat pandemi seperti ini, salah satunya adalah tidak bisa melakukan pengurangan karyawan sehingga beban operasional tetap berjalan sementara pemasukan terus menyusut.
“Misalnya KAI itu profit mereka tahun kemarin Rp2,5 triliun, tahun ini profit dipakai untuk jaga gaji karyawan, apalagi karena BUMN nggak boleh lay off. Apakah ini pemborosan atau tidak, ini bagian negara berkomitmen, beda dengan swasta,” tuturnya.
Selain itu, dia juga mencontohkan BUMN lain yang tengah ramai jadi pembicaraan yakni PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Erick mengatakan meski Garuda tengah merugi maskapai pelat merah ini tidak mungkin ditutup atau diberhentikan.
Jika emiten bersandi GIAA itu berhenti beroperasi, dia mengkhawatirkan akan terjadi monopoli harga di industri penerbangan dalam negeri oleh salah satu maskapai swasta. Pasalnya, jauh sebelum Covid-19 mewabah isu soal tiket maskapai telah jadi perbincangan.
“Jadi di situasi seperti itulah peran BUMN juga diperlukan, masuk di industri meski harus merugi,” imbuhnya.