Bisnis.com, JAKARTA --Para pelaku usaha pariwisata menilai kenaikan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) pada Mei 2020 sebesar 3 persen dari April 2020 tidak meyakinkan.
Wakil Ketua Umum Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies (Asita), Budijanto Ardiansyah mengakan bahwa peningkatan kunjungan wisata mulai berjalan sejak pertengahan Juni 2020, itu pun berfokus pada wisatawan lokal.
“Saya sebenarnya kurang yakin kalau Mei mengalami kenaikan [wisman], kalau Juni mungkin ada kenaikan. Saya terus terang tidak yakin, karena baru bergerak naik di pertengahan Juni kemarin, tapi yang terjadi pun wisata lokal yang naik,” tuturnya saat dihubungi Bisnis, Rabu, (1/7/2020).
Menurutnya, kenaikan persentase akan tumbuh akan lebih terfokus pada wisatawan local, karena zonasi dari beberapa wilayah yang sudah membaik sehingga masyarakat setempat mulai memberanikan diri untuk melakukan kunjungan dengan kapasitas kecil.
“Pelan-pelan, [ke depan] selama situasi terkendali dari wisatawan lokal ini akan berkembang menjadi wisatawan domestic, dan akhirnya wisman,” jelasnya.
Menurutnya, kemungkinan kunjungan wisman diprediksi akan meningkat pada akhir 2020. Pasalnya, dalam waktu dekat penyebaran Covid-19 yang masih masif dapat mengurungkan minat wiswan.
Baca Juga
“Masih jauh kemungkinan [Wisman hadir] mungkin di akhir tahun. Karena, ini juga menyangkut dua Negara, kita mau terima mereka, tetapi belum tentu Negara tersebut mau kasih izin untuk berwisata,” ujarnya.
Dia pun memberikan contoh bahwa terkait rencana pemerintah Indonesia yang akan membuka travel bubble dengan empat negara, yang salah satunya Australia cukup tersendat karena negara tersebut mengalami peningkatan kasus Covid-19
“Pemerintah pun menerapkan bubble dengan beberapa Negara, kemarin dicoba Australia, tetapi kan pending, karena mereka ada peningkatan kasus lagi. Ya, kita berharap situasi di kawasan ASEAN membaik dan [wisman] bisa berkunjung kembali, paling cepat akhir tahun dan mudah-mudahan ya,” tuturnya.
Menurutnya, saat ini ada baiknya tidak hanya pemerintah yang melakukan persiapan, tetapi juga dari sisi destinasi. Dia mengatakan bahwa setiap destinasi dapat menerapkan strategi selain protokol kesehatan.
“Strategi saat ini adalah kreativitas dari masing-masing destinasi, bisa memberikan diskon dan paket khusus sebagainya dan mereka bisa merubah tempat menjadi lebih menarik, dan intinya kreativitas dari setiap tempat,” tuturnya.
Tak jauh berbeda, Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azhari berpendapat data itu belum dapat memberikan gambaran jelas mengenai kondisi pariwisata di Indonesia.Pasalnya, ia mengungkapkan bahwa dalam statistik, kenaikan sesaat pada bulan tertentu tidak dapat menjadi tolak ukur adanya peningkatan di kemudian hari.
“Kenaikan itu enggak signifikan, kecil banget. [ke depan] masih bisa naik dan turun dan belum pasti, karena Covid-19 itu kan jangka panjang. Kecuali kalau dari Januari meningkat terus, ini kan hanya sesaat [naik] jadi tidak signifikan” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Rabu, (1/7/2020).
Menurutnya, perlu juga untuk memastikan apakah wisman yang hadir ke Tanah Air memang bertujuan untuk berwisata atau melakukan kegiatan berbisnis.
“Kemudian, dari 3 persen yang dihitung itu, menurut saya bukan wisatawan melainkan orang bisnis yang dianggap sebagai wisman. Itu perlu di cek lagi [oleh BPS]. [contohnya] Australia melarang [kegiatan wisata] hingga 2021 yang boleh hanya kegiatan bisnis, coba diperinci datanya,” tuturnya.