Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengklaim telah melewati fase kritis I kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di beberapa provinsi di Sumatra. Fase kritis II karhutla diproyeksi terjadi pada Agustus mendatang.
Siti Nurbaya, Menteri LHK mengatakan, KLHK melakukan pencegahan dini dengan merekayasa jumlah hari hujan untuk pembasahan gambut yang rentan terbakar melalui Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di provinsi rawan kebakaran hutan dan lahan.
"Melalui upaya pencegahan melalui teknologi berbasis science, daerah rawan seperti Provinsi Riau, Sumsel dan Jambi dapat melewati fase kritis I Karhutla tahun ini. Tahun ini kita lakukan lebih cepat [rekayasa hari hujan] karena sangat penting menjaga masyarakat terhindar dari ancaman karhutla, terlebih lagi di masa pandemi Corona," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (15/6/2020).
Adapun TMC periode pertama telah dilaksanakan pada 11 Maret-2 April 2020 di Provinsi Riau. TMC itu dilaksanakan sebanyak 27 sorti atau penerbangan dengan bahan semai 21,6 ton NaCL yang menghasilkan 97.8 juta m3 air hujan.
Selanjutnya, periode kedua TMC di Provinsi Riau dilakukan pada 13-31 Mei 2020 dengan menggunakan pesawat Cassa 212 C TNI AU 16 sorti dan menggunakan jumlah bahan semai (NaCL) sebanyak 12,8 ton yang menghasilkan volume hujan sebanyak 44,1 juta m3.
Adapun, untuk wilayah Provinsi Sumsel dan Jambi, TMC dilakukan pada 2-13 Juni dengan 11 sorti penerbangan dan total bahan semai garam NaCl sebanyak 8.8 ton. Total volume air hujan secara kumulatif dari hasil TMC diperkirakan mencapai 23,71 juta m3.
Baca Juga
Rekayasa hari hujan untuk membasahi gambut ini dilaksanakan dengan melibatkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), yang telah ditetapkan sebagaimana Instruksi Presiden nomor 3/2020.
KLHK menyebut beberapa provinsi rawan yang menjadi fokus penanggulangan Karhutla ialah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.
"Kita biasanya pada bulan Juni atau Lebaran, agak khawatir dengan perkembangan cuaca. Sekarang sementara agak lega, tetapi tetap waspada untuk fase kritis tahap dua di puncak musim kemarau bulan Agustus mendatang," tambah Siti.
Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG mengatakan kondisi cuaca dan iklim harus menjadi pertimbangan untuk melakukan operasional TMC. Hingga ke penghujung bulan Juni dan memasuki Juli, potensi pertumbuhan awan hujan di Riau dan Sumsel akan semakin menurun.
Begitu pula dengan faktor kelembapan udara. Untuk wilayah Sumatera, kelembapan udara secara umum mulai mengalami penurunan sehingga akan cukup menghambat pertumbuhan awan-awan konvektif. Adapun, untuk potensi pertumbuhan awan di wilayah Kalimantan diprediksi meningkat.
"Pada bulan Juni Dasarian III dan Juli Dasarian I untuk wilayah Riau, Jambi dan Sumsel hampir tidak mempunyai peluang mendapatkan curah hujan. Karena itu rekomendasi kami pada Juli sangat kecil peluang TMC dilakukan, sehingga pencegahan karhutla diprioritaskan dengan non-TMC," jelasnya.