Bisnis.com, JAKARTA – Ekonomi China terus pulih dengan percepatan pertumbuhan output industri pada bulan Mei 2020. Di sisi lain, laju konsumsi masih dalam kontraksi.
Dilansir dari Bloomberg, Biro Statistik Nasional (NBS) mencatat output industri naik 4,4 persen pada bulan Mei dari bulan yang sama tahun sebelumnya, lebih rendah dari median estimasi analis yang memperkirakan ekspansi hingga 5 persen.
Di sisi lain,penjualan ritel turun 2,8 persen di bulan tersebut, lebih rendah dibandingkan dengan proyeksi penurunan sebesar 2,3 persen. Adapun investasi aset tetap turun 6,3 persen dalam lima bulan pertama, dibandingkan perkiraan penurunan 6 persen.
Data tersebut menunjukkan bahwa ekonomi China terus keluar dari pelemahan yang disebabkan oleh pandemi virus corona, didukung oleh stimulus kebijakan berkelanjutan yang mendorong pertumbuhan kredit.
"Situasi epidemi di luar negeri dan situasi ekonomi dunia telah menjadi lebih parah dan rumit, dan kegiatan ekonomi domestik yang stabil masih menghadapi banyak risiko serta tantangan," ungkap NBS dalam pernyataan terpisah, seperti dikutip Bloomberg.
Ekonom Commerzbank AG, Zhou Hao, mengatakan ekonomi China masih berada di jalur pemulihan, namun kinerja tiap-tiap sektor mansih beragam, dengan sektor manufaktur masih lebih baik dibanding sektor jasa.
"Namun, kekhawatiran penyebaran virus akan mengaburkan prospek ekonomi, dan tampaknya China harus sedikit mengurangi proyeksi pertumbuhan kuartal II, yang saya perkirakan hanya mencapai kurang dari 1 persen," ungkap Hao.
Meskipun output industri telah pulih dari kontraksi pada Februari, konsumsi swasta masih menyusut dan investasi belum pulih. Dengan seluruh dunia berada dalam resesi, ekspor menurun, dan hubungan China dengan AS terus memburuk, rebound ekonomi kali ini bergantung pada konsumsi domestik.
“Tidak ada tanda-tanda pemulihan penjualan ritel. Sangat jelas bahwa produksi telah pulih cukup baik, namun konsumsi serta investasi sebenarnya tertinggal. Kurangnya permintaan itulah yang menjadi masalah utama perekonomian China saat ini," ungkap ekonom JD.com Inc., Shen Jianguang.