Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menargetkan bisa memperoleh pinjaman pada 2020 mencapai US$7 miliar. Pinjaman multilateral ini ditarik dalam rangka memenuhi kebutuhan pembiayaan anggaran yang membengkak dengan defisit mencapai 5,07% dari produk domestik bruto (PDB) akibat pandemi Covid-19.
Selain mengutamakan pembiayaan non-utang dari saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp70,64 triliun serta dari pos-pos lain seperti dana abadi dan dana yang bersumber dari badan layanan umum (BLU), pinjaman akan lebih diutamakan oleh pemerintah ketimbang surat berharga negara (SBN).
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Riko Amir mengatakan meski pinjaman akan lebih fleksibel, tetapi realiasi pinjaman tersebut tidak bisa dilakukan setinggi-tingginya.
Baca Juga
Memang, pinjaman tunai akan di-upsize atau ditingkatkan. Namun, setiap lembaga selalu menetapkan batas atas atau ceilling untuk urusan pinjaman. "Pinjaman multilateral ini ada ceiling yang harus diikuti yakni tahunan dan jangka menengah," kata Riko, Jumat (8/5/2020).
Yang terkini, pinjaman yang berasal dari Asian Development Bank (ADB) senilai US$1,5 miliar bakal segera cair pada Mei atau Juni 2020 mendatang. Di luar itu, pemerintah masih terus melanjutkan proses negosiasi pinjaman dari World Bank, AfD, KfW, JICA, EDCF, AIIB, dan IsDB.