Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani akhirnya menjawab pertanyaan Gubernur Bank Indonesia (BI) dan Komisi XI DPR RI terkait dengan kebutuhan untuk menutup defisit anggaran melalui penerbitan surat berharga negara (SBN) pada tahun ini.
"Kami target [penerbitan SBN] Rp45 triliun per dua minggu. Artinya, BI perlu masuk hingga Rp106 triliun- Rp242 triliun dengan catatan kapasitas market sesuai dengan kondisi 2019," ungkap Sri Mulyani dalam rapat Komisi XI DPR RI, Selasa (6/5/2020).
Sebelumnya, BI diperkirakan akan menyerap SBN di pasar perdana sekitar Rp125 triliun. Menurut Sri Mulyani, angka tersebut merupakan batas bawah. Batas atasnya sebesar Rp242 triliun.
"Itulah yang kita bayar dengan market rate. Itu Rp125 triliun dengan suku bunga sama, karena dia ikut pakai mekanisme market. Green shoe dan private placement itu market juga," ungkapnya.
Batasan pembelian SBN yang meningkat hingga Rp242 triliun, disebabkan kenaikan kebutuhan pembiayaan defisit sebesar Rp654,6 triliun jika defisit fiskal ditetapkan 5 persen.
Dari defisit ini, pemerintah membutuhkan pembiayaan sebesar Rp856,8 triliun, termasuk pembiayaan SBN dan SBSN jatuh tempo tahun ini.
Baca Juga
Dari Saldo Anggaran Lebih (SAL), Menteri Keuangan hanya akan memanfaatkan sebesar Rp70,46 triliun.
Sebelumnya, Bank Indonesia mempertanyakan komitmen penerbitan surat utang pemerintah pada kuartal II hingga kuartal IV yang diperkirakan mencapai Rp856,8 triliun.
"Kalau Rp856,8 triliun, apakah ini sudah memperhitungkan SAL dan global bonds?" ujar Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Selasa (5/6/2020).
Menurut Perry, apabila diasumsikan penggunaan SAL dan global bonds sekitar Rp300 triliun, maka sisa penerbitan SBN rupiah di dalam negeri pada peride kuartal II hingga kuartal IV seharusnya hanya sekitar Rp506,8 triliun.
Terbukti, perhitungan keduanya memiliki selisih yang lumayan besar.