Bisnis.com, JAKARTA - Kepemilikan sertifikat kompetensi kerja merupakan kewajiban bagi para pekerja konstruksi sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
Dalam Peluncuran Sertifikat Elektronik Tenaga Kerja Konstruksi Indonesia pada Maret 2019, Presiden Joko Widodo pernah mengungkapkan sertifikasi SDM konstruksi ini penting karena memberikan keunggulan, jaminan profesionalisme, mutu, dan akuntabilitas dalam setiap pekerjaan.
Melalui Program Percepatan Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi yang telah dicanangkan Presiden Joko Widodo pada 19 Oktober 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berupaya terus meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) bidang konstruksi.
Lantas, seperti apa tata cara dalam memperoleh sertifikasi bagi tenaga kerja konstruksi?
Kepada Bisnis.com pada Jumat (8/5/2020), Dirjen Bina Konstruksi Trisasongko Widianto menjelaskan proses memperoleh sertifikasi dan registrasi tenaga kerja konstruksi masih mengacu pada Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Nomor 5 Tahun 2017 untuk Tenaga Ahli dan Nomor 6 Tahun 2017 untuk Tenaga Terampil.
Adapun secara umum dapat diringkas sebagai berikut:
(a) Pemohon mengajukan ke LPJK dilengkapi dokumen portofolio, bisa langsung ataupun melalui asosiasi profesi atau Balai Jasa Konstruksi. Untuk tenaga ahli bisa melalui asosiasi profesi agar selanjutnya dokumen tersebut divalidasi dan diverifikasi oleh asosiasi profesi tersebut;
(b) Kelengkapan dokumen akan diperiksa oleh LPJK;
(c) Pelaksanaan uji sertifikasi oleh USTK (Unit Sertifikasi Tenaga Kerja);
(d) Hasil uji sertfiikasi disampaikan kembali ke LPJK untuk ditetapkan,
(e) Penerbitan sertifikat (sudah dengan sistem online).
Terkait kondisi pandemi Covid-19, Trisasongko mengungkapkan sejauh ini belum ada aturan khusus mengenai sertifikasi ditengah pandemi Covid-19.
Namun, untuk pelatihan konstruksi yang dilengkapi dengan soal-soal ujian, pihaknya telah mengembangkan pelatihan jarak jauh atau distance leaarning dengan aplikasi SIBIMA.
Walaupun memang, hasil dari distance learning tersebut belum secara otomatis mendapatkan sertifikat kompetensi.
"Pelatihan melalui SIBIMA lebih difokuskan kepada jenjang jabatan ahli," ujarnya.
Kemudian, untuk tenaga terampil, saat ini pihaknya masih mengembangkan mekanisme uji praktik dengan menggunakan sistem daring.
Ditjen Bina Konstruksi mengungkapkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2019, total tenaga kerja konstruksi (TKK) adalah sebanyak 8.300.297 orang atau 8,3 juta orang.
Adapun Data Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) per 8 Mei 2020 mencatat dari total tersebut, yang sudah memiliki sertifikat adalah 625.962 orang atau sebanyak 7,5 persen dengan rincian tenaga ahli sebanyak 172.246 orang dan tenaga terampil 493.072 orang.