Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pak Jokowi, Bolehkah Kebijakan Diskon Listrik Diperluas?

Untuk pelanggan 1.300 VA non subsidi mencapai 11,48 juta pelanggan dengan rerata volume pemakaian setiap bulannya 143,81 KWh, sementara 3 juta pelanggan menggunakan listrik dengan kapasitas 2.200 VA dengan rerata volume pemakaiannya sebanyak 281,86 KWh. 
Warga memeriksa meteran listrik prabayar di Rumah Susun Benhil, Jakarta, Selasa (11/02/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Warga memeriksa meteran listrik prabayar di Rumah Susun Benhil, Jakarta, Selasa (11/02/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Pandemi virus corona berdampak pada sejumlah sektor termasuk sektor ekonomi. Dahsyatnya Covid-19 ini mampu melumpuhkan aktivitas jual beli dan mematikan sumber penghasilan.

Rino, memiliki toko peralatan safety di kawasan niaga Glodok Jakarta. Sudah hampir satu bulan, toko yang dimilikinya tak optimal berjualan akibat merebaknya pandemi Covid-19. Hanya sesekali saja dia membuka toko.

"Bisa dihitung pakai jari tangan, saya buka toko dalam sebulan ini," ujarnya kepada Bisnis, Senin (13/4/2020).

Terlebih saat ini DKI Jakarta tengah menerapkan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) yang membuat mau tak mau dirinya harus menutup toko selama kebijakan itu berlangsung.

Dalam sehari, dirinya bisa meraup untung sekitar 1 juta hingga 3 juta. Namun, di tengah pandemi ini meraup untung sebanyak itu merupakan hal yang langka.

"Ya kalo sehari buka sekarang sudah ada 1 orang yang beli, sudah syukur," katanya.

Mau tak mau, Rico harus memutar otak, mencari cara bagaimana agar dapat mendapatkan penghasilan, mencukupi kebutuhan hidup keluarganya di tengah pandemi ini.

"Saya jualan apa yang bisa dijual saat ini, seperti termometer dan hand sanitizer. Buat hidup dan bayar cicilan," ucapnya.

Beban yang semakin berat sebagai tulang punggung keluarga satu-satunya yakni membayar listrik. Dengan listrik di rumah berkapasitas 2.200 VA, biasanya dalam sebulan menghabiskan sekitar Rp600.000. Namun, di tengah kebijakan untuk di rumah saja, listrik membengkak.

"Enggak hanya listrik, air, gas juga membengkak," katanya.

Pihaknya menyayangkan kebijakan pemerintah yang hanya memberikan stimulus listrik untuk pelanggan 450 Va dan 900 VA bersubsidi. Menurutnya, harus ada kebijakan untuk menunda pembayaran listrik sementara di tengah pandemi Covid-19 ini.

"Kalau yang punya penghasilan tetap sih enggak masalah ya," ujar Rino.

Lain halnya dengan Rizky seorang karyawan swasta yang telah melakukan work from home (WFH) atau bekerja dari rumah sejak 3 minggu lalu.

Dia mengeluhkan WFH ini membuat beban tersendiri. Meskipun sebagai karyawan tetap, yang telah terjamin penghasilannya setiap bulan, namun gaji yang diperolehnya tetap terpotong sekitar Rp1 juta. Padahal, beban saat WFH ini sangat besar.

Dalam sehari dirinya bisa mengikuti 2 hingga 3 kali online meeting sehingga menghabiskan kuota internet.

"Listrik pasti bengkak biasanya Rp300.000 untuk 1.300 VA sekarang bisa 2 kali lipat lebih, pulsa internet, gas, air PAM, dan air galon karena di rumah terus. Saya juga sering order makanan karena enggak sempet untuk masak, kerjaan menumpuk," tuturnya.

Pemerintah sendiri memang telah memberikan stimulus keringanan listrik untuk meringankan beban masyarkat di tengah pandemi Covid-19 sejak akhir bulan Maret. Stimulus itu berupa listrik gratis untuk pelanggan 450 VA bersubsidi dan diskon 50 persen untuk pelanggan 900 VA bersubsidi.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, jumlah pelanggan PLN secara keseluruhan sekitar 75,4 juta pelanggan dan pendapatan PLN dari penjualan sekitar Rp274 triliun per tahun atau sekitar Rp22,8 triliun per bulan.

Jumlah pelanggan PLN 450 VA dan 900 VA sekitar 55,7 juta pelanggan dengan pendapatan sekitar Rp53,2 triliun per tahun atau sekitar Rp4,4 triliun per bulan. Lalu untuk jumlah pelanggan PLN 450 VA dan 900 VA bersubsidi sekitar 31 juta pelanggan dengan pendapatan sekitar Rp15,3 triliun per tahun atau sekitar Rp1,28 triliun per bulan.

Adapun jumlah pelanggan 900 VA non subsidi (R1.M 900 VA) mencapai 22,33 juta pelanggan dengan rerata volume pemakaian setiap bulannya mencapai 103,82 KWh (Kilo Watt hour).

Untuk pelanggan 1.300 VA non subsidi (R1 1.300 VA) mencapai 11,48 juta pelanggan dengan rerata volume pemakaian setiap bulannya 143,81 KWh. Lalu sebanyak 3 juta pelanggan menggunakan listrik dengan kapasitas 2.200 VA dengan rerata volume pemakaiannya sebanyak 281,86 KWh. 

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menuturkan  idealnya pelangga. 900 VA non subsidi dan 1.300 VA juga mendapat stimulus keringanan listrik. Hal ini alasannya banyak sektor UMKM yang memakai 1.300 VA dan terdampak Covid-19.

Kemudian pekerja yang terkena PHK dan pekerja informal yang tinggal di rumah petak/kos biasanya memakai 1.300 VA karena listriknya dibagi meski satu meteran.

"Ini kan fakta di lapangan, jadi idealnya ada bantuan subsidi sebagai bntuk upaya menjaga daya beli masyarakat rentan miskin," katanya.

Menurutnya, agar PLN bisa memberikan keringanan listrik bagi masyarakat non subsidi, pemerintah mau tak mau harus menyuntikan subsidi lewat APBN.

"Masih bnyak anggaran kementerian lembaga yang masih bisa dipangkas. BPIP itu harusnya dipangkas 50 persen-60 persen," ucap Bhima.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal mengatakan perluasan pemberian listrik ini sangat diperlukan, terutama untuk UMKM dan pelanggan rumah tangga non subsidi 900 VA, 1.300 VA dan 2.200 VA yang karena work from home ini beban listriknya mengalami kenaikan.

"Ini agar masyarakat punya daya beli karena beban listrik saat work from home meningkat," ujarnya.

PLN Kaji Penundaan Tagihan Listrik

Executive Vice President Pemasaran dan Pelayanan Pelanggan PT PLN (Persero) Edison Sipahutar menuturkan PLN mulai mengkaji mekanisme penundaan dan cicilan pembayaran yang banyak diusulkan pelanggan, untuk bertahan dalam situasi sulit ini.

"Kami mulai mengkaji mekanisme penundaan dan cicilan pembayaran karena banyak pelanggan yang minta," katanya.

Kendati demikian, pihaknya enggan membeberkan lebih lanjut terkait rencana penundaan dan cicilan pembayaran yang dapat meringankan beban masyarakat.

Terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat pelanggan kesulitan membayar dan diputuskan diberikan kelonggaran dengan cara cicilan atau penundaan itu tergantung seberapa besar yang harus dicicil. Rencana penundaan dan cicilan pembayaran listrik itu secara umum akan berdampak pada cash flow PLN.

"Selain itu adanya pembebasan pembayaran listrik bagi pelanggan 450 VA dan 900VA subsidi selama 3 bulan ke depan sudah pasti menyebabkan cash flow PLN terganggu kecuali jika pemerintah dapat secara rutin mencairkan anggaran subsidi dan kompensasi, tidak menunggu di akhir Semester 1 atau akhir tahun ini," terangnya.

Saat oni, lanjutnya, yang menjadi persoalan PLN yakni cash flow seret dan kondisi finansial jangka pendek memburuk karena penjualan listrik menurun sehingga revenue menurun. Selain itu, ada peningkatan beban finansial karena salah satunya disebabkan oleh pelemahan nilai tukar rupiah.

"Beban jangka pendek untuk operasi dan pembayaran kewajiban finansial meningkat karena faktor kurs, masuknya IPP baru 7 GW hingga 8 GW," ucap Fabby.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper