Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah perlu mengoptimalisasi peran Perum Bulog (Persero) dan BUMN sebagai off-taker komoditas pertanian untuk menjamin ketersediaan stok pangan nasional.
Kebijakan ini perlu diambil untuk menjaga pendapatan jutaan petani Indonesia yang saat ini mengalami kelesuan pasar akibat dampak pandemi COVID-19.
Pandemi yang telah merenggut 170 nyawa di Indonesia per 2 April 2020 tersebut telah memberi dampak yang signifikan pada sektor pertanian.
Untuk itu, Direktur Utama PTPN VIII Wahyu mengingkatkan perlunya ketersediaan pangan yang cukup pada masa pandemi. Indonesia setidaknya memerlukan stok untuk kebutuhan selama 3 sampai 6 bulan ke depan.
Stok beras pemerintah yang dikelola Bulog sendiri tercatat berkisar di angka 1,4 juta ton dengan stok di penggilingan sebanyak 1,2 juta ton.
Cadangan beras diharapkan bertambah seiring datangnya musim panen rendeng yang mencapai puncaknya mulai April 2020 ini. Kendati demikian, Wahyu menyatakan perlunya antisipasi akan potensi hasil panen yang tak menggembirakan.
Baca Juga
“Diperkirakan produksi gabah turun hingga 50 persen,” tuturnya, seperti dikutip dari siaran persnya, Kamis (2/4/2020).
Penurunan produksi padi ini diperkirakan terjadi akibat keterlambatan masa tanam akibat kemarau panjang pada 2019 lalu. Keterlambatan masa tanam tersebut berdampak pada meningkatnya hama seperti tikus. Pantauan lapangan menunjukkan bahwa produksi padi petani turun dari rata-rata sekitar 5–6 ton per hektare (ha) menjadi 3–3,5 ton per ha.
"Solusinya, pasca panen diharapkan masyarakat dapat melanjutkan penanam padi untuk menjaga produksi nasional, dengan didukung jaminan penyediaan air, irigasi," lanjutnya.
Meski persedian beras terbatas, impor beras dalam waktu dekat tidak menjadi rekomendasi. Importasi sendiri memerlukan proses yang panjang jika berkaca pada pengalaman sebelumnya.
Sementara itu, Staf Khusus Wakil Presiden RI Bidang Ekonomi & Keuangan Lukmanul Hakim bersama Tim Ekonomi Kerakyatan Arus Baru Indonesia (ARBI) menyebut serapan pasar pada komoditas pertanian, seperti sayuran dan hortikultura yang diproduksi petani cenderung rendah.
"Hal ini terjadi karena berkurangnya bandar-bandar yang selama ini membeli produk pertanian dari petani dan menyuplai ke pasar-pasar dan industri akibat lesunya ekonomi, terganggunya jalur distribusi logistik, dan menurunnya daya beli masyarakat," ujarnya.
Lukmanul Hakim mengungkapkan perlu tindak lanjut segera atas kebijakan pemerintah mengeluarkan stimulus penanganan dampak Covis-19 senilai Rp405,1 triliun, yang sebagian dI antaranya dialokasikan untuk pemulihan ekonomi nasional dan UMKM termasuk sektor pertanian.
“Ini harus kita tindaklanjuti dan diimplementasikan secara efektif,” paparnya.
Di samping itu dia menegaskan perlunya pendataan stok pangan dari berbagai pihak untuk memperoleh data yang akurat.