Bisnis.com, JAKARTA — Puncak panen raya padi yang tiba pada April sampai Mei dan bertepatan dengan momen Ramadan dan Idulfitri, diperkirakan bakal menekan terjadinya penurunan harga gabah di tingkat petani.
Di sisi lain, adanya potensi kenaikan konsumsi selama Ramadan diyakini bakal mengimbangi angka produksi. Hal ini tentu menjadi angina segar bagi petani yang acap kali terbebani oleh penurunan harga gabah saat panen raya
Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani (AB2TI) Dwi Andreas Santosa mengatakan potensi terjadinya hal itu ini tercermin dari harga gabah pada Maret yang cenderung tak beranjak dibandingkan harga rata-rata pada Februari 2020. Menurutnya, harga gabah seharusnya mulai turun sejak Februari menuju musim panen yang dimulai pada Maret.
Berdasarkan survei AB2TI di 46 kabupaten sentra produksi, harga rata-rata gabah kering panen (GKP) di tingkat petani pada Februari berada di kisaran Rp5.200 per kilogram (kg) dan justru stabil di kisaran Rp4.800 per kg pada Maret. Kondisi ini turut dipengaruhi oleh permintaan yang meningkat akibat banyak masyarakat yang menambah stok sebagai antisipasi penyebaran virus corona.
"Permintaan meningkat, salah satunya karena kasus Covid-19 ini. Masyarakat belum sampai panic buying, tapi mereka menyetok beras. Harga beras menjadi naik sehingga mengerek harga GKP, sekarang di kisaran Rp4.700 sampai Rp4.800 per kg," kata Dwi kepada Bisnis, Kamis (26/3/2020).
Menyitir data Badan Pusat Statistik (BPS) harga rata-rata GKP di tingkat petani selama Februari 2020 berada di level Rp5.176 per kg atau turun 1,84 persen dan di tingkat penggilingan Rp5.276 per kg atau turun 1,77 persen dibandingkan harga gabah kualitas yang sama pada bulan sebelumnya.
Baca Juga
Rata-rata harga gabah kering giling (GKG) di tingkat petani Rp5.826 per kg atau naik 0,50 persen dan di tingkat penggilingan Rp5.944,00 per kg atau naik 0,56 persen.
Berdasarkan catatan Bisnis, harga gabah hampirselalu menyentuh level terendahnya pada periode Maret sampai Mei.
Hal ini setidaknya terlihat pada kondisi harga pada 2018 dan 2019 ketika harga GKP turun dari Rp5.207 per kg pada Februari 2018 menjadi Rp4.757 per kg pada Maret 2018.
Sementara pada Maret 2019, harga rata-rata GKP berada di level Rp4.604 per kg, lebih rendah dibanding harga pada Februari 2019 yang berada di level Rp5.114 per kg dan turun menjadi Rp4.357 per kg pada April 2019.
Melihat potensi permintaan masyarakat yang tinggi, Dwi menyarankan agar Perum Bulog (Persero) tetap menjaga serapannya selama puncak panen. Kondisi ini menjadi penting demi menjami stok nasional tetap terjaga dan menjamin kegiatan intervensi untuk stabilisasi harga beras di konsumen berjalan efektif.
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Bulog Tri Wahyudi Saleh memastikan bahwa perusahaan pelat merah tersebut bakal memaksimalkan serapan selama puncak panen. Adapun target serapan selama puncak panen dipatok di angka 60 persen dari total serapan sepanjang tahun yang berjumlah 1,2 juta ton.
Masa panen yang bersamaan dengan Ramadan pun disebut Tri perlu dipandang sebagai berkah bagi petani mengingat permintaan yang diproyeksi tinggi pada masa ini bakal menjaga harga gabah di level stabil. Dia memastikan Bulog bakal menyerap beras sesuai dengan harga pasaran pada masa panen.
"Harga gabah biasanya anjlok saat puncak tapi nanti permintaan sedang tinggi. Saya kira nanti momennya balance sekali. Rezekinya petani. Kalau harga pembelian kami akan sesuai pasar, kami sesuaikan juga nanti," ujar Tri belum lama ini.
Tri mencatat meningkatnya permintaan beras terlihat dari penjualan beras melalui platform dagang elektronik yang meningkat dua kali lipat. Selain itu, volume beras yang digelontorkan oleh Bulog dalam rangka stabilisasi pun berada di atas angka yang ditetapkan pemerintah.
"Yang kami keluarkan kemarin rata-rata masih di atas yang ditetapkan pemerintah, per hari 4.000 ton. Kami sudah di atas 5.000 sampai 6.000 ton. Bahkan Januari sampai 7.000 dan 8.000 ton per hari," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso menilai meningkatnya permintaan beras saat ini tak lepas dari bertambahnya nominal dalam bantuan sosial yang diberikan pemerintah kepada keluarga penerima manfaat (KPM).
Dia memproyeksi harga gabah ketika puncak panen nantinya tidak akan naik secara signifikan mengingat produksi bakal dua kali lebih besar dari tingkat konsumsi. Kendati demikian, dia tak memungkiri jika hambatan dari segi logistik maupun operasional penggilingan yang terhenti akibat Covid-19 berpotensi mengerek harga beras.
"Efeknya [virus corona] lebih ke aktivitas penggilingan padi dan transportasi, kalau terganggu harga bisa terkerek. Tetapi jika melihat stok di penggilingan masyarakat dan pemerintah saya rasa sangat cukup. Asalkan tidak ada rush buying," kata Sutarto.