Bisnis.com, JAKARTA - Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat bahwa penyaluran subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan mencapai Rp861,43 Miliar per Kamis (19/3/2020) kemarin.
Nilai tersebut mampu diserap 8.550 unit rumah dan diklaim terus meningkat jika dibandingkan sejak Januari dan Februari 2020 yang hanya menyalurkan masing-masing sebanyak 32 unit dan 3.192 unit rumah.
Adapun, nilai subsidi FLPP tahun ini sebesar Rp11 triliun yang terdiri dari Rp9 triliun Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2020 dan Rp2 triliun dari pengembalian pokok untuk memfasilitasi 102.500 unit rumah.
Direktur Utama PPDPP Kementerian PUPR Arief Sabaruddin dalam keterangan tertulisnya mengatakan terobosan pemerintah menciptakan aplikasi SiKasep dalam penyaluran FLPP tidak lain adalah bentuk dukungan penuh pemerintah untuk memastikan ketepatan sasaran penyaluran FLPP kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
"Melalui aplikasi SiKasep, maka penyaluran FLPP dapat terpantau dengan baik sesuai kebutuhan masyarakat,” ujar Arief Sabaruddin, Jumat (20/3/2020).
Arief mengatakan bahwa anggaran Rp11 triliun tersebut akan dapat didistribusikan dengan baik kepada seluruh mitra bank pelaksana penyalur FLPP hingga akhir tahun 2020.
Baca Juga
Namun, hal itu dengan pertimbangan kuota yang merata tiap bank pelaksana sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan berdasarkan data yang disajikan pada aplikasi SiKasep.
Dia mengaku bahwa pihaknya juga selama ini masih menemukan permasalahan seputar perumahan berdasarkan aduan yang diterima dari masyarakat. Permasalahan tersebut disinyalir dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
Hal ini dengan mengatasnamakan rumah subsidi dari pemerintah antara lain seperti rumah yang tidak memenuhi kriteria sesuai ketetapan pemerintah, penyalahgunaan data pribadi, dan lain sebagainya.
Hanya saja, melalui aplikasi SiKasep, Arief mengklaim bahwa pemerintah dapat lebih mudah memantau sebaran maupun kebutuhan hunian berdasarkan data yang diperoleh langsung dari masyarakat sehingga ke depan dapat menjadi acuan dalam membuat suatu kebijakan.
"Hal ini juga untuk mengantisipasi adanya over ketersediaan rumah yang dibangun di lokasi yang tidak sesuai dengan harapan MBR," ujar Arief.