Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan ekonom memproyeksikan dengan perkembangan kondisi ekonomi yang terpapar virus corona, industriawan tetap realistis dengan kondisi yang memungkinkan kinerja semakin sulit bertumbuh.
Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro mengatakan yang paling penting untuk dijaga sektor industri saat ini adalah likuiditas agar arus keuangan terus dapat diputar dan bisnis tidak berhenti.
Menurut Ari, selama ini ketergantungan sektor manufaktur terhadap bahan baku dari China memang masih cukup tinggi meski, persentasenya berbeda di setiap sektornya.
"Farmasi mungkin masih tidak bermasalah karena kebanyakan juga mengambil dari India dan Amerika yang kini relatif aman, tetapi sebaliknya untuk elektronika mungkin dari China masih banyak kesulitan. Makanan dan Minuman, otomotif juga relatif aman, sekarang India jadi hub barang setengah jadi," katanya kepada Bisnis, Minggu (15/3/2020).
Untuk itu, upaya menjaga arus keuangan sektor manufaktur telah dilakukan pemerintah dengan stimulasi dari sisi fiskal baik melalui pajak dan pemberian kredit.
Alhasil, ketika industri masih menjaga kecukupan likuiditas dan masyarakat terjamin daya belinya permintaan dan produksi akan tetap jalan seiringan.
Baca Juga
Dia menambahkan, kondisi membangkitkan penawaran dan permintaan ini pernah dialami di Indonesia pada periode 2000 usai krisis moneter. Bedanya, jika dahulu diakibatkan karena mata uang saat ini karena virus penyakit baru Covid-19.
"Mungkin indutsri hanya akan dapat mempertahankan pertumbuhan minimum tidak apa-apa 3 persen atau 1 persen saja yang penting uang harus diputar," ujar Ari.
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan dibutuhkan strategi jangka pendek untuk mengupayakan agar produktivitas output industri dan perdagangan tetap tumbuh sesuai dengan target.
Menurutnya salah satu strategi yakni segera mencari pasar alternatif dengan memetakan produk-produk ekspor terdampak penurunan ekspor ke China. Selanjutnya, pemerintah dan usaha perlu memetakan pasar tujuan alternatif sebagai upaya diversifikasi pasar.
"Pemerintah juga harus fokus melakukan diplomasi perdagangan. Tujuannya, agar dapat meningkatkan ekspor berbagai produk industri Indonesia ke negara atau pasar alternatif. Upaya ini guna mencari kompensasi penurunan ekspor ke Cina, sehingga tetap dapat meningkatkan devisa," katanya.
Sementara pada jangka menengah dan panjang, Heri mengatakan, pemerintah harus meningkatkan ekspor ke negara mitra dagang China. Pasalnya, berkurangnya kemampuan ekspor China ke berbagai negara dapat menjadi momentum bagi Indonesia untuk mengambil pangsa pasar ekspor mereka di negara-negara mitra dagang.
Nantinya, pemerintah dapat memulai memetakan negara yang mengalami dampak penurunan ekspor China untuk menganalisis informasi pasar, kebutuhan produk, hambatan perdagangan dan jaringan distribusi.
Selanjutnya, dapat dicari solusi atau penyusunan langkah strategis untuk mengisi kebutuhan dan melewati hambatan yang ada ini.
Heri memproyeksikan penyebaran virus corona berpotensi menurunkan kinerja ekspor Indonesia hingga 6,8 persen pada tahun ini. Hal itu dilakukan dengan menggunakan kalkulasi Global Trade Analysis Project (GTAP).